MERASAKAN
MANISNYA IMAN
April 2012
لحمـد لله الد ي انعم علينا بنعمة الايما ن والاسلا م
والا ستقا مة. نحمـده سبحـا نه وتعـا لى الدى ارزقـنا بزيا دة العـلم والسلا مة.
ا شهـد ان لا اله
الا الله و حـد ه لا شر يك له الملك الحق المبين. واشهـد ا ن محـمـدا عـبده و
ر سو له . المبـعـو ث رحـمـة للعـا لمين .
اللــهم صـل و
سلـم و با رك عـلى سيد نا محمـد وعـلى اله واصحا به ومن تبعـهم بإحـسا ن الى يوم القـيامة. ا ما بعـد . فـيا عـبا د الله ، اوصيكم ونفس
بتقواالله , ا تقـواالله حق تقا ته ولا تمو تن
الا وانتم مسلمون.
Hadirin jamaah
Jum’ah rahimakumullah.
Marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah
Swt. Seraya mengagungkan dan memuji asma-Nya, yang telah mengkaruniakan rahmat
dan kasih sayang-nya kepada kita, sehingga kita masih diberi umur panjang dan
diberi kekuatan untuk beribadah dan mengabdi kepada-Nya. Kita tingkatkan
mahabbatullah wa mahabbatur rasul saw.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ (رواه البخاري ومسلم
Artinya: Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra, Nabi saw bersabda: “Tiga orang, siapa yang termasuk di dalamnya, maka ia menemukan manisnya iman. (1) Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang lainnya, (2) ia tidak mencintai seseorang melainkan karena Allah, dan (3) ia membenci kembali pada kekufuran, sebagaimana ia membenci bila dilemparkan ke api neraka.” (HR. Bukhari Muslim)
Dalam hadits di atas, Rasulullah saw menggunakan istilah ‘halawah’ (manis, lezat) untuk terminologi iman. Hal ini, menurut Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, menunjukkan bahwa seorang mukmin sangat menikmati akan keimanannya. Ibarat orang yang sakit, baginya madu terasa pahit, sedangkan bagi orang yang sehat, madu itu dirasakannya manis sesuai dengan aslinya. Setiap kali kesehatan seseorang berkurang, maka kekuatan pengecapnya pun akan berkurang. (al-Asqalani,1424 H/2004 M:I/77). Begitu pula, orang beriman, ia akan merasakan manisnya iman jika bersih hatinya dan sehat jiwanya. Adapun jika hati dan jiwanya kotor,
maka iman yang seharusnya manis dirasakannya pahit.
Sedangkan Syekh Abu Muhammad bin Abi Hamzah berpendapat
bahwa penggunaan ‘halawah’ tersebut mengandung arti bahwa Allah swt
menyerupakan iman dengan sebuah pohon, seperti dalam firma-Nya,
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh (menghunjam ke pitala Bumi) dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim,14:24)
Menurutnya, ‘kalimat’ dalam ayat di atas adalah ikhlas, pohonnya adalah pokok keimanan, cabang-cabangnya adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, daun-daunnya adalah sesuatu yang selalu dilakukan seorang mukmin yaitu kebaikan, dan buahnya adalah ketaatan. Puncaknya berujung pada buah yang matang. Dari buah inilah, rasa manis itu muncul.
Rasulullah saw mensinyalir tiga orang yang dapat merasakan manisnya iman. (1) orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segalanya. Cinta di sini bukan berarti cinta syahwat (hawa al-nafs) yang semu melainkan cinta yang hakiki (al-hubb al-aqli).
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh (menghunjam ke pitala Bumi) dan cabangnya (menjulang) ke langit.” (QS. Ibrahim,14:24)
Menurutnya, ‘kalimat’ dalam ayat di atas adalah ikhlas, pohonnya adalah pokok keimanan, cabang-cabangnya adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, daun-daunnya adalah sesuatu yang selalu dilakukan seorang mukmin yaitu kebaikan, dan buahnya adalah ketaatan. Puncaknya berujung pada buah yang matang. Dari buah inilah, rasa manis itu muncul.
Rasulullah saw mensinyalir tiga orang yang dapat merasakan manisnya iman. (1) orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segalanya. Cinta di sini bukan berarti cinta syahwat (hawa al-nafs) yang semu melainkan cinta yang hakiki (al-hubb al-aqli).
Cinta yang hakiki selalu menempatkan akal dan hati sebagai
barometer pertimbangan.
Bagaikan seorang pasien, ia akan memandang perlu untuk
meminum obat atau jamu, meskipun itu pahit.
Ia berkeyakinan bahwa dengan obat atau jamu tersebut,
penyakitnya akan segera sembuh. Begitu pula seorang yang beriman, ia akan
tunduk dan patuh pada perintah Allah dan Rasul-Nya, meskipun hal itu begitu
berat dirasakannya. Ia percaya bahwa segala sesuatu yang disyariatkan Allah dan
Rasul-Nya mengandung kebaikan dan membawa dirinya pada kebahagiaan di dunia dan
di akherat.Seorang mukmin yang merasakan manisnya iman akan secara totalitas
menyerahkan semua kehidupannya untuk Allah dan Rasul-Nya. Ia menyadari bahwa
Allah adalah Dzat Pemberi Nikmat dan Rasulullah adalah manusia pilihan yang
ditugaskan untuk meyampaikan syariat-Nya. Karenanya, ia tidak mencintai kecuali
apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya. Selanjutnya (2) ia tidak mencintai
seseorang kecuali karena Allah, dan tidak membencinya kecuali karena Allah. Ia
yakin betul bahwa semua janji Allah dan ancaman-Nya adalah benar dan pasti
adanya. Dengan demikian, orientasi hidupnya adalah untuk mencapai kebahagiaan
akherat, yaitu surga. Oleh karena itu, (3) ia tidak mau kembali pada kekufuran,
sebab hal itu akan mengakibatkannya terlempar ke api neraka. Kandungan hadits
di atas dikuatkan oleh firman Allah swt,
(Teks Arab : QS. At Taubah ayat 24)
Artinya: Katakanlah: "Jika
bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada
Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah mendatangkan keputusan-Nya." (QS. al-Taubah,9:24)
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah.
Seorang yang beriman akan menemukan manisnya iman jika ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segalanya. Cinta kepada Allah sendiri, dari segi hukumnya, dapat dikelompokkan menjadi dua;
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah.
Seorang yang beriman akan menemukan manisnya iman jika ia mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi segalanya. Cinta kepada Allah sendiri, dari segi hukumnya, dapat dikelompokkan menjadi dua;
(1) wajib dan (2) sunnah. Cinta yang
hukumnya wajib adalah cinta yang mendorong untuk melaksanakan perintah-perintah
Allah dan menjauhi larangan-laranganNya, meskipun hawa nafsu menentangnya.
Karenanya, seorang yang beriman dan totalitas dengan keimanannya, ia tidak
mungkin terjerumus pada kemungkaran. Maka ketika ia terlena dan lupa sehingga
tergelincir pada kubangan dosa, secara otomatis seorang yang beriman akan
menyesali perbuatannya. Sebab ketika itu, sesungguhnya keimanannya sedang
tiada. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Nabi saw
bersabda:
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Seorang tidak berzina ketika ia berzina jika ia dalam keadaan mukmin, dan seorang tidak meminum khamar ketika ia minum jika ia dalam keadaan mukmin…” (HR. al-Bukhari Muslim)
Adapun cinta kepada Allah yang hukumnya sunnah adalah senantiasa mengerjakan amalan-amalan sunnah dan menjauhi segala hal yang syubhat.
لاَ يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ وَلاَ يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ (رواه البخاري ومسلم)
Artinya: “Seorang tidak berzina ketika ia berzina jika ia dalam keadaan mukmin, dan seorang tidak meminum khamar ketika ia minum jika ia dalam keadaan mukmin…” (HR. al-Bukhari Muslim)
Adapun cinta kepada Allah yang hukumnya sunnah adalah senantiasa mengerjakan amalan-amalan sunnah dan menjauhi segala hal yang syubhat.
Begitu pula mencintai Rasulullah,
ada yang wajib dan ada pula yang sunnah. Hanya saja, mencintai Rasulullah
memberi pengertian bahwa seorang mukmin harus mengikuti jejak perilaku dan budi
pekerti beliau sebagai manusia pilihan yang memiliki suri tauladan yang baik
bagi umatnya. Pada hakekatnya, mencintai Allah dan Rasul-Nya merupakan satu
kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Seorang yang mencintai Allah dituntut juga
untuk mencintai Rasul-Nya, sebagaimana diisyaratkan dalam al-Qur’an:
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran,3:31)
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah.
Keimanan yang tertanam di dalam dada seorang mukmin adalah suatu karunia Allah yang sangat berharga. Keimananlah yang menghantarkan seorang manusia menuju keridhaan-Nya. Karenanya, manusia yang beriman tentu akan menjaga keimanannya tersebut serta berusaha meningkatkan kualitasnya.
قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran,3:31)
Hadirin jamaah Jum’ah rahimakumullah.
Keimanan yang tertanam di dalam dada seorang mukmin adalah suatu karunia Allah yang sangat berharga. Keimananlah yang menghantarkan seorang manusia menuju keridhaan-Nya. Karenanya, manusia yang beriman tentu akan menjaga keimanannya tersebut serta berusaha meningkatkan kualitasnya.
Ia tidak akan rela jika keimanan
tersebut lepas darinya. Karena hilangnya keimanan berarti kekufuran. Kekufuran
inilah yang akan menjerumuskan seorang manusia ke jurang api neraka. Seorang
yang telah merasakan manisnya iman akan membenci kekufuran, kendati kekufuran
itu berasal dari orang tua atau karib kerabatnya. Sebab orang yang telah
menjadikan kekufuran sebagai kawan akan jauh dari rahmat Allah swt. Dalam
bidang akidah Islam bersikap tegas terhadap non-muslim,, tetapi dalam bidang
muamalah, Islam tetap bersikap toleran untuk memperlakukan mereka dengan baik.
Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an:
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (الممتحنة: 8)
Artinya: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah, 60:8)
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ (الممتحنة: 8)
Artinya: “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. al-Mumtahanah, 60:8)
Akhirnya kita berharap kepada Allah
SWT mudah-mudahan kita diberi kekuatan dan istiqomah dalam menjalankan
syariat-syariat-Nya, sehingga kita dapat memperoleh kebahagiaan dunia dan
akhirat. Amin
بارك الله لي ولكم بالقران العظيم
ونفعني واياكم بما فيه من الايات وذكرالحكيم وتقبل الله مني ومنكم تلا وته انه هوالسميع العليم .
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذا أَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والمؤمنين والمؤمنات فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ
الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ
Khutbah
Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ كَانَ بِعِبَادِهِ خَبِيْرًا بَصِيْرًا، تَبَارَكَ الَّذِيْ جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوْجًا وَجَعَلَ فِيْهَا سِرَاجًا وَقَمَرًا مُنِيْرًا. أَشْهَدُ اَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وأََشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وُرَسُولُهُ الَّذِيْ بَعَثَهُ بِالْحَقِّ بَشِيْرًا وَنَذِيْرًا، وَدَاعِيَا إِلَى الْحَقِّ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيْرًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَقُوا اللهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ خَبِيْرٌ بِمَا تَعْمَلُوْنَ
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ
سيدنا
مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدناإِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدناإِبْرَاهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى سيدنامُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدناإِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، في العالمين إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.