#Attribution1 { height:0px; visibility:hidden; display:none }

Friday, June 1, 2012

PLPG IAIN RADEN INTAN LAMPUNG 2012 : MODUL 2 ALIRAN DAN DOKTRIN ILMU KALAM


Modul 2


ALIRAN DAN DOKTRIN ILMU KALAM



Pendahuluan
 
 
PENDAHULUAN
      Anda dalam mempelajari modul-modul pembelajaran kurikulum akidah-akhlak ini tak lepas dari berhubungan dengan aliran-aliran kalam dan doktrinnya. Sebagai pembahasan lanjutan dalam modul ini, kita akan mempelajari perihal aliran-aliran, karakteristik dan doktrinnya pada tingkat dasar. Penjabaran penguraian tentang pengetahuan perihal aliran-aliran, karakteristik dan doktrinnya memegang peranan yang sangat vital bagi seorang pemerhati pelajaran akidah-akhlak. Hal ini dikarenakan dengan memahami karakteristik aliran kita akan lebih mempermudah untuk mempelajari beraneka aliran-aliran dengan ajarannya yang berkembang dalam Islam.
            Modul ini terdiri atas dua Kegiatan Belajar. Pada Kegiatan Belajar 1 akan diuraikan tentang aliran Khawarij, Murji’ah, Jabariyah dan Qadariyah. Kegiatan Belajar 2 akan membahas tentang kajian Syi’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
            Dari Modul 2 ini diharapkan Anda dapat memahami dan menguasai tentang tentang inti pelajaran akidah-akhlak dan tentang Aliran-aliran dan doktrinnya. Lebih spesifik lagi setelah mempelajari Modul 2, Anda telah mengerti tentang hal-hal berikut:
  1. Menjelaskan aliran-aliran dalam Islam
  2. Menjelaskan tentang karakteristik doktrin aliran-aliran dalam Islam.
            Mengingat pentingnya pembahasan ini dalam mengkaji modul-modul berikutnya, perhatikanlah saran-saran yang mempermudah Anda dalam mempelajari modul ini.
1.      Ketika mempelajari modul ini, kaitkan dengan pengamalan dan pengalaman sehari-hari Anda dalam mengaplikasikan keimanan dan akhlak yang baik.
2.      Bacalah setiap kegiatan belajar dengan seksama, teliti dan cermat. Jangan segan untuk mengulangi sesuatu tema yang belum Anda kuasai sampai Anda benar-benar memahaminya.
3.      Buatlah kata-kata kunci tiap bab pembahasan dan pahamilah maknanya melalui pemahaman sendiri.
4.      Diskusikan dengan mahasiswa lain tentang tema yang dibahas.
5.      Untuk lebih memantapkan penguasaan Anda terhadap materi yang disajikan, cobalah Anda kerjakan latihan-latihan dan tes formatif yang terdapat pada setiap kegiatan belajar. Untuk melihat hasil penguasaan Anda terhadap materi, silahkan Anda lihat petunjuk atau rambu-rambu pengerjaan latihan dan kunci tes formatif yang terdapat pada akhir modul ini. Anda akan mengetahui sendiri seberapa tingkat penguasaan Anda terhadap materi modul yang telah Anda pelajari.

Bismillah, selamat jihad akbar melalui ibadah belajar!

























Kegiatan Belajar 1

ALIRAN DAN AJARAN KHAWARIJ, MURJI’AH, JABARIYAH DAN QADARIYAH

A. Pendahuluan 
            Fakta sejarah menunjukkan bahwa pemikiran-pemikiran  keagamaan  (fiqh atau  teologi)  sebagai  amal  yang  ditawarkan para pemikir Muslim sejak abad pertengahan merupakan lahir dari  suatu  pola keprihatinan  yaitu bagaimana ajaran agama bisa dipahami umat secara  benar. Hal ini merupakan suatu pemikiran yang jelas berangkat dari   keprihatinan  teoritik. 
            Oleh karena itu, dari keprihatinan atas pertanyaan-pertanyaan inilah para  pemikir  Islam  ketika itu merasa ditantang merumuskan jawabannya yang benar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang shahih.  Karuan  saja,  karena  ajaran-ajaran  Islam itu pun harus   diolah   terlebih   dahulu   melalui   subyektifitas masing-masing  pemikir,  maka  jawaban pun hadir dalam corak dan pendekatan  yang  demikian  berbeda-beda.  Masing-masing jawaban   tumbuh   sebagai  aliran  pemikiran  yang  berdiri sendiri. Tersebutlah, di kemudian hari nama-nama:  Khawarij, Murjiah,   Mu'tazilah, Syi’ah, Qadariyah,  Jabariyah,  Asy'ariyah, Maturidiya, Khasywiyah dan sebagainya. Yang  menarik  adalah bahwa  masing-masing  aliran  ini,  karena merasa berpedoman pada pegangan mutlak yang ada  di  tangan,  mengaku  sebagai satu-satunya yang benar, yang lainnya adalah salah. Lalu bagaimanakah sejarah, tokoh, dan ajaran aliran-aliran tersebut? Mari kita ikuti uraian di bawah ini:
B.     KHAWARIJ
1.      Definisi Khawarij.
Secara Etimologi Bahasa Arab Khawarij ( الخوارج ) adalah bentuk jama` dari khoorij ( خارج ) dan Korij adalah kata turunan dari khuruj ( خروج ), sedangkan khuruj secara etimologi Arab mengandung beberapa makna, di antaranya:
·         Hari Kiamat. Berkata Abu Ubadah dalam menafsirkan firman Allah :
tPöqtƒ tbqãèyJó¡o spysøŠ¢Á9$# Èd,ysø9$$Î/ 4 y7Ï9ºsŒ ãPöqtƒ Ælrãèƒø:$# ÇÍËÈ
(Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan sebenar-benarnya itulah hari keluar (dari kubur). (QS. Qaf/50:42)
khuruj adalah nama dari nama-nama hari qiamat
·         Kebangkitan dari kubur pada hari qiamat. Sebagaimana dalam firman Allah :
$·è¤±äz óOèd㍻|Áö/r& tbqã_ãøƒs z`ÏB Ï^#y÷`F{$# öNåk¨Xr(x. ׊#ty_ ׎ųtFZB ÇÐÈ
Sambil menundukkan pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang beterbangan. (QS. Al-Qomar/54:7)
Dan biasanya, dalam ilmu kalam, khawarij adalah sekelompok orang yang menyatakan keluar dari barisan kepemimpinan Imam Ali yang telah menerima tahkim/arbitrase dalam perang Siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughot (pemberontak) Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah untuk kemudian membentuk kelompok sendiri dengan bersemboyan  لا حكم الا الله la hukma illa Allah (tiada hukum kecuali dari Allah).
2.      Sejarah Khawarij
Ketika terjadi perang Siffin, kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib didukung oleh pengikut-pengikut yang setia dan memandang Imam Ali berada di pihak yang benar karena Imam Ali merupakan khalifah yang sah yang telah di bai’at oleh mayoritas umat Islam. Sementara itu, si Mu’awiyah berrada di pihak yang salah karena memberontak pada khalifah yang sah. Lagi pula, pihak Imam Ali hamper memperoleh kemenangan pada peperangan tersebut, tetapi karena khalifah Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hamper di raih itu menjadi kalah.
Khalifah Imam Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah sehingga ia bermaksud untuk menolak ajakan damai itu. Namun, karena alasan lebih mengutamakan perdamaian sesame muslim dan atas desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra (penghafal al-Qur’an), seperti Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki al-Tamimi dan Zaid bin Husein al-Tha’i kemudian Imam Ali memerintahkan komandan pasukannya yang di pimpin oleh Al-Asytar untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi juru damai (hakam)-nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya. Mereka beralasan bahwa Abdullah bun Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri. Kemudian mereka mengusulksn agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan Tahkim, yakni Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat Mu’awiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan orang-orang khawarij. Mereka membelot dengan mengatakan, “mengapa kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah. “Imam Ali menjawab,”itu adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju hurura. Itulah sebabnya khawarij disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah.
Dengan arahan Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok khawarij ini melanjutkan perlawanan kepada Mu’awiyah dan juga kepada Ali. Mereka mengangkat seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
3. Doktrin Khawarij
Di antara ajaran pokok khawarij adalah berikut ini :
-   Menganggap kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka, terutama yang terlibat dalam Perang Shiffin. Karenanya, tidak ada istilah damai untuk penentang Khawarij, mengingat yang dimaksud ishlah dalam QS. Al-Hujurat: 9 adalah sesama orang Islam, tidak dengan orang kafir.
-   Orang Islam yang berbuat dosa besar, seperti berzina dan pembunuh adalah kafir dan selamanya masuk neraka.
-    Hak khilafah tidak harus dari kerabat nabi atau suku Quraisy khususnya, dan orang Arab umumnya. Seorang khalifah harus dipilih oleh kaum Muslimin melalui pemilihan yang bebas. Khalifah yang taat kepada Tuhan wajib ditaati. Sebaliknya, khalifah yang mengingkari Tuhan dan umat yang durhaka kepada khilafah yang wajib ditaati, boleh diperangi dan dibunuh.
-    Orang musyrik adalah yang melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka, atau orang yang sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama mereka. Orang musyrik itu halal darahnya. Nasib mereka bersama anak-anaknya akan kekal di neraka.
-   Mereka menganggap bahwa hanya daerahnya yang disebut dar al-Islam, dan daerah orang yang melawan mereka adalah dar al-harb. Karenanya, orang yang tinggal dalam wilayah dar al-harb, baik anak-anak maupun wanita, boleh dibunuh.
-   Ajaran agama yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan rasul-Nya. Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
-   Melakukan taqiyyah (menyembungikan keyakinan demi keselamatan diri), baik secara lisan maupun perbuatan adalah dibolehkan bila keselamatan diri mereka terancam.
-   Dosa kecil yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik.
-   Imam dan khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Tanpa imam dan khilafah, kaum muslimin bisa hidup dalam kebenaran dengan cara saling menasihati dalam hal kebenaran.
4. Tokoh utama
            Tokoh-tokoh utama Khawarij antara lain:
·         'Abdullah bin Wahhab ar-Rasyidi
·         Urwah bin Hudair
·         Mustarid bin Sa'ad
·         Hausarah al-Asadi
·         Quraib bin Maruah
·         Nafi' bin al-Azraq
·         'Abdullah bin Basyir
5. Aliran Khawarij
            Akibat perbedaan pendapat di antara tokoh-tokohnya, Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, antara lain:
·         Sekte Muhakkimah, yang merupakan sekte pertama, yakni golongan yang memisahkan diri dari 'Ali bin Abi Thalib.
·         Sekte Azariqoh yang lebih radikal, sebab orang yang tidak sepaham dengan mereka dibunuh.
·         Sekte Najdat yang merupakan pecahan dari sekte Azariqoh.
·         Sekte al-Ajaridah yang dipimpin 'Abd Karim bin Ajrad, yang dalam perkembangannya terpecah menjadi beberapa kelompok kecil seperti Syu'aibiyyah, Hamziyyah, Hazimiyyah, Maimuniyyah, dll.
Perpecahan itulah yang menghancurkan aliran Khawarij. Satu-satunya yang masih ada, Ibadi dari Oman, Zanzibar, dan Maghreb, akan tetapi mereka menolak disebut Khawarij.
C.    Murji’ah
1. Defenisi Murji’ah
            Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja’a berarrti pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan yaitu orang yang mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, murji’ah artinya orang yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Imam Ali dan Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
2. Doktrin Murji’ah
              Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan irja’ atau arja’a yang diterapkan dalam banyak persoalan, baik persoalan pilitik maupun persoalan kalam. Di bidang politik, ajaran irja diterapkan dengan sikap politik netral atau non-blok, yang hamper selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah sebabnya kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the quietists (kelompok bungkam). Sikap ini akhirnya berakibat begitu jauh sehingga membuat Murji’ah selalu diam dalam persoalan politik. Berkaitan dengan ajaran ilmu kalam Murji’ah, ajaran yang di bawa antara lain:
-  Penangguhan keputusan terhadap Imam Ali dan Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di hari akhir kelak.
-    Pemberian harapan terhadap orang muslim yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
-   Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim yang melakukan dossa besar.
-    Meletakkan pentingnya iman dari pada tindakan atau amal.
-   Imam adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Adapun amal perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
-  Dasar dari keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati seseorang, maka setiap perbuatan maksiat tidak dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan tidak ada akidah tauhid.
3. Aliran-aliran dan Tokoh Murji’ah
            Kemunculan sekte-sekte dalam kelompok Murji’ah dipicu oleh perbedaan pendapat di kalangan Murji’ah sendiri. Dalam hal ini, terdapat masalah yang cukup mendasar ketika para pengamat mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya antara lain adalah ada beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang ahli sejarah sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak diklaim oleh ahli sejarah lain. Seperti Imam Hasan bin Muhammad al-Hanafiah, oleh beberapa ahli sejarah termasuk dalam kelompok Murji’ah, akan tetapi sebagian ahli sejarah yang lain menganggap beliau adalah Syi’ah bukan Murji’ah. Al-Syahrastani menyebutkan bahwa sekte-sekte Murji’ah adalah:
- Murji’ah-Khawarij
- Murji’ah-Qadariyah
- Murji’ah-Jabariyah
- Murji’ah murni
- Murjiah-Sunni, tokohnya adalah Abu Hanifah.
Sementara itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah dan tokohnya, yaitu:
- Al-Jahmiyah, tokohnya adalah Jahm bin Sufyan
- Al-Shalihiyah, tokohnya adalah Abu Musa al-Shalahi
- Al-Yunusiyah, tokohnya adalah Yunus al-Samary
- Al-Samriyah, tokohnya adalah Abu Samr dan Yunus
- Al-Syaubaniyah, tokohnya adalah Abu Syauban
- Al-Ghailaniyah, tokohnya adalah Abu marwan al-Ghailan bin Marwan al-Dimsaqy
- Al-Najariyah, tokohnya adalah al-Husain bin Muhammad al-Najr
- Al-Hanafiyah, tokohnya adalah Abu Haifah al-Nu’man
- Al-Syabibiyah, tokohnya adalah Muhammad bin Syabib
- Al-Mu’aziyah, tokohnya adalah Mu’adz al-Thaumi
- Al-Murisiyah, tokohnya adalah Basr al-Murisy
- Al-Karamiyah, tokohnya adalah Muhammad bin Karam al-Sijistany.
D.    JABARIYAH
1. Defenisi Jabariyah
Kata "Jabariyah" berasal dari kata bahasa arab "Jabara" yang artinya memaksa. Dan yang dimaksud adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah SWT. Dalam arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan buruk, jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak atau adanya campur tangan manusia. Hal tersebut seperti firman Allah dalam al-Qur’an:
* öqs9ur $oY¯Rr& !$uZø9¨tR ãNÍköŽs9Î) spx6Í´¯»n=yJø9$# ÞOßgyJ¯=x.ur 4tAöqpRùQ$# $tR÷Ž|³ymur öNÍköŽn=tã ¨@ä. &äóÓx« Wxç6è% $¨B (#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9 HwÎ) br& uä!$t±o ª!$# £`Å3»s9ur öNèduŽsYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Al-An’am: 111).
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{ $tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". (QS. Al-Shaffat: 96);
öNn=sù öNèdqè=çFø)s?  ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øŒÎ) |MøtBu  ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãŠÏ9ur šúüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 žcÎ) ©!$# ììÏJy ÒOŠÎ=tæ ÇÊÐÈ
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-Anfal: 17).
2. Sejarah Jabariyah
Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah semata, tidak ada campur tangan manusia.
Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di hari kiamat.
Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka kaum Jahmiyah meyakininya.
3. Pemimpin Penganut Jabariyah
a. Ja'd Bin Dirham. Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri. Pendapat-pendapatnya:
1)  Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh Alqur'an surat Al-Nisa ayat 164:
Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% šøn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR šøn=tã 4 zN¯=x.ur ª!$# 4ÓyqãB $VJŠÎ=ò6s? ÇÊÏÍÈ
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (QS. Al-Nisa: 164)
2)  Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan-Nya menurut ayat 125 dari surat An-Nisa:
ô`tBur ß`|¡ômr& $YYƒÏŠ ô`£JÏiB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC yìt7¨?$#ur s'©#ÏB zOŠÏdºtö/Î) $ZÿÏZym 3 xsƒªB$#ur ª!$# zOŠÏdºtö/Î) WxŠÎ=yz ÇÊËÎÈ
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya. (QS. Al-Nisa’:125)
b.  Jahm bin Shafwan. Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwa dengan Bani Ummayah.
4. Doktrin Jabariyah
Di antara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
- Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang menentukannya.
-  Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
-  Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
-  Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
-  Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
-  Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
-  Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
-  Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
E.     ALIRAN QADARIYAH
1. Defenisi Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri, berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar tuhan. Seharusnya sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun sebutan tersebut telah melukai kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehandak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadis yang menimbulkan kesan negatif bagi nama Qadariyah.
2. Sejarah Qadariyah
Ma’bad Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah penganut Qadariyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Bashri, maka sangat mungkin fahm Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri, dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syahrul Al- Uyun bahwa paham Qadariyah berasal dari orang Irak Kristen yang masuk Islam kemudian kembali lagi kekristen, adalah hasil rekayasa orang yang tidak sependapat dengan paham ini agar orang-orang yang tidak tertarik dengan pikiran Qadariyah. Lagi pula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher, dikalangan gereja timur ketika itu terjadi perdebatan tenteng butir doktrin Qadariyah yang mencekam pikiran para teologinya.
2. Doktrin Qadariyah
Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri pula melakukan atau menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka Qadariyah yang lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
            Dari beberapa penjelasan di atas, dapat di pahami bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan pribadinya sendiri, bukan dari Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan kemampuannya sendiri.
Paham takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya. Dalam faham Qadariyah, takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah Al-Quran adalah sunatullah.
Dengan pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan. Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri. Banyak ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini, seperti contoh:
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ ( `yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4 !$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9 #·$tR xÞ%tnr& öNÍkÍ5 $ygè%ÏŠ#uŽß  4 bÎ)ur (#qèVŠÉótGó¡o (#qèO$tóム&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o onqã_âqø9$# 4 š[ø©Î/ Ü>#uޤ³9$# ôNuä!$yur $¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
Dan Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (QS. Al-Kahfi: 29);

RANGKUMAN

Setelah menerima ajakan damai dalam peristiwa Tahkim, pada saat itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju harura. Itulah sebabnya khawarij disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah. Sedangkan golongan sahabat yang enggan ikut terlibat dalam silang-sengketa antara Khawarij dengan Imam Ali dan Muawiyah pun membentuk kelompok sendiri yang dikenal dengan nama Murji’ah. Jabariyah berpendapat manusia itu laksana wayang, segala takdirnya sudah ditentukan oleh Yang Di Atas, hal tersebut dibantah oleh Qadariyah yang menyatakan bahwa manusia bebas menentukan nasibnya sendiri.

Tes formatif
1.      Secara Etimologi Bahasa Arab Khawarij ( الخوارج ) adalah bentuk jama` dari ….
F.     Khoorij
G.    Khuruj
H.    Kharoja
I.       Khoruj
J.      Khurujan
2.      Khawarij secara bahasa bermakna “keluar” untuk ….
b.      Jihad di Jalan Allah
c.       Berperang
d.      Berdamai
e.       Beribadah
f.       Berdakwah
3.      Buku Maqalat Islamiyyin adalah karangan ….
a.       Abu Hasan al-Asy’ari
b.      Abu Hasan al-Bashri
c.       Abu Hasan al-Maturidi
d.      Abu Hasan al-Hanafi
e.       Abu Hasan al-Hambali
4.      Kaum Khawarij menamakan diri mereka dengan sebutan yang maknanya: kami telah membeli syurga dengannya. Nama tersebut ialah ….
a.       al-Haruriyah
b.      al-Mariqah
c.       al-Syuaara
d.      al-Ibadiyah
e.       al-Insaniyah
5.      Slogan yang paling terkenal dari Khawarij adalah ….
a.       La hukma illa lillah
b.      La hukma illa liRasulillah
c.       La hukma illa liKhalifah
d.      La hukma illa liulil Amri
e.       La hukma illa liQonuni
6.      Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna ….
a.       Pemaksaan
b.      Penghukuman
c.       Penundaan
d.      Penghakiman
e.       Penghukuman
7.      Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis doktrin Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh cucu Imam Ali bin Abi Thalib, yaitu ….
a.       Hasan bin Muhammad al-Hanafiah
b.      Husein bin Ja’far
c.       Ja’far al-Shodiq
d.      Musa al-Adhim
e.       Imam Mahdi
8.      Ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah, dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan ….
a.       Amr bin Yazid
b.      Amr bin Ash
c.       Amr bin Mu’awiyah
d.      Amr bin Amir
e.       Amr bin Auf
9.      Di bidang politik, ajaran irja dari Murji’ah diterapkan dengan sikap politik netral atau non-blok, yang hamper selalu diekspresikan dengan sikap ….
a.       Reaksi
b.      Turun ke jalan
c.       Jihad fisabilillah
d.      Diam
e.       Menuntut keadilan
10.  Dalam kepercayaan Syi’ah, mengikuti pendapat Ahlul Bait itu wajib. Siapakah Ahlul Bait?
a.       Keturunan Usman bin Affan
b.      Keturunan Aisyah bin Abu Bakar
c.       Keturunan Ummu Kulsum bin Umar
d.      Keturunan Ali bin Abi Thalib
e.       Keturunan Abu Bakar

Sekarang cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada kunci jawaban dalam halaman berikut, kemudian hitunglah dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rumus :

                                    Jumlah jawaban yang benar
Tingkat Penguasaan :                                                  x 100%
                                                     10

            Apabila setelah Anda hitung, nilai yang Anda peroleh sama dengan atau lebih dari 80%, berarti Anda telah menguasai materi tersebut. Selamat atas kepemahaman Anda! Anda bisa melanjutkan kajian pada kegiatan belajar berikutnya dalam modul ini. Namun, jika hasil yang anda peroleh belum mencapai angka standar  80%, maka disarankan Anda kaji kembali kegiatan belajar ini, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.

JAWABAN
1. a
2. a
3. a
4. c
5. a
6. c
7. a
8. b
9. d
10. d


GLOSARIUM

Khawarij adalah Mereka membelot dari pasukan Imam Ali bin Abi Talib dengan mengatakan, “mengapa kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah.
Syi’ah adalah mereka yang membela pasukan Imam Ali bin Abi Thalib dan menyatakan bahwa Imam Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang syah setelah Nabi Muhammad wafat.
Murji’ah adalah kelompok yang tak mau ikut-ikutan dalam pertikaian saudara antara Imam Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah juga Khawarij.








Kegiatan Belajar 2
ALIRAN DAN DOKTRIN SYI’AH, MU’TAZILAH, ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH
A.    SYIAH
Syiah lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan khalifah Ali dengan pihak pemberontak Muawiyah bin Abi Sufyan di Siffin, yang lazim disebut sebagai peristiwa al-tahkim atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka ini disebut golongan Khawarij (golongan yang keluar) dan sebagian besar orang yang tetap setia kepada khalifah disebut syiatu Ali (pengikut Ali).
Pendirian kalangan Syiah sendiri berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah imam atau khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah tumbuh sejak Nabi Muhammad masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad sendirilah yang menetapkannya. Dengan demikian menurut Syiah, inti dari ajaran Syiah itu sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, terlepas dari semua pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa Syiah baru muncul ke permukaan setelah dalam kemelut antara pasukan Ali dan Muawiyah terjadi pula kemelut sesama pasukan Ali. Di antara pasukan Ali pun terjadi pula pertentangan antara yang tetap setia kepada Ali dan yang membangkang.
1. Aliran-aliran Syiah
Akibat dari perbedaan tersebut muncullah berbagai sekte dalam Syiah. Sebagian di antara sekte-sekte ini sebetulnya tidak dapat disebut sebagai sekte atau aliran karena hanya merupakan pandangan seseorang atau sekelompok kecil saja. Para penulis klasik berselisih tajam mengenai jumlah sekte dalam Syiah. Akan tetapi, para ahli umumnya membagi sekte Syiah dalam empat golongan (sekte) besar, yaitu Kaisaniyah, Zaidiah, Imamiyah, dan kaum ghulat.
- Golongan Kaisaniyah. Kaisaniyah adalah sekte syiah yang mempercayai kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Husein bin Ali. Nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang bekas budak Ali bin Abi Thalib, Kaisan, atau dari nama Mukhtar bin Abi Ubaid yang juga dipanggil dengan nama Kaisan.
-   Golongan Zaidiah. Dinamakan Zaidiah di nisbatkan kepada nama Zaid bin Zainul Abidin bin Al-Hassain bin Ali. Zaidiah adalah sekte dalam Syiah yang mempercayai kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin setelah kepemimpinan Husein bin Ali.
-   Golongan (sekte) Imamiyah. Golongan ini juga dinamai dengan “itsna asyriyah” karena mengakui imam yang keduabelas . Dinamakan dengan imamiyah karena mereka sangat mementingkan soal imamah. Dan karena mereka berpendapat bahwa Imam adalah orang yang sangat terpelihara dari salah. Syiah imamiyah adalah sebuah kelompok umat Islam yang berkeyakinan, bahwa Ali lah yang berhak mewarisi khalifah, dan bukan Abu Bakar, Umar, dan Usman r.a. mereka meyakini adanya 12 imam. Imam yang terakhir kata mereka menghilang, masuk dalam goa di Samara. Adapun dua belas imam yang mereka yakini itu adalah sebagai berikut:
1. Ali bin Abi thalib ra. Digelari dengan “Al-Murtdha”, khalifah keempat khulafaurrasyidin, menantu Rasulullah SAW, terbunuh oleh Abdurrahman bin Muljim di mesjid Kufah pada tanggal 17 Ramadhan tahun 49 H.
2. Hasan bin Ali ra. Digelari “Al-Mujtaba.”
3. Husein bin Ali ra, digelari “As-Syahid” (yang mati syahid)
4. Ali zainal Abidin bin Husein, digelari Assajjad.
5. Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin digelari “Baqir”
6. Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir digelari “Ash-Shadiq”
7. Musa Kadzim bin ja’far shadiq digelari “Kadzim”(yang mampu menahan diri)
8. Ali Ridha bin Musa Kadzim digelari “Ridha”
9. Muhammad Jawwad bin Ali Ridha digelari “Taqi”(yang bertaqwa)
10. Ali Hadi bin Muhammad Jawwad digelari “Naqiy”
11. Hasan Askari bin Ali Hadi digelari “Zaki”(yang suci)
12. Muhammad Mahdi bin Muhammad Al Askari yang digelari “Imam Muntadhar”
-  Golongan (sekte) ghulat. Syiah ghaliyah atau ashabul ghulat, adalah golongan Syiah yang ajaran-ajarannya telah melampaui batas. Mereka ada yang berpendapat bahwa imam-imam mereka mempunyai unsur-unsur ketuhanan. Ada pula yang menyerupakan tuhan dengan makhluknya.
2. Doktrin Syiah
Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'uddin {masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:
- Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
- Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
-  An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah pada keberadaan para nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian ialah:
-  Al-Imamah, bahwa bagi Syi'ah berarti pemimpin urusan agama dan dunia, yaitu seorang yang bisa menggantikan peran Nabi Muhammad SAW sebagai pemelihara syariah Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman umat. Al-hadits yang juga diriwayatkan Sunni: "Para imam setelahku ada dua belas, semuanya dari Quraisy".
-   Al-Ma’ad, bahwa Syi'ah mempercayai kehidupan akhirat.
Paham Syiah memiliki sejumlah doktrin penting yang terutama berkaitan dengan masalah imamah yaitu:
-   Ahlulbait (Ahl al-Bait). Secara harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi Muhammad SAW dari keturunan Ali bin Abi Talib.
-   Al-Bada'. Keyakinan bahwa Allah SWT mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan-Nya dengan peraturan atau keputusan baru.
'Asyura. 'Asyura berasal dari kata 'asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah hari kesepuluh dalam bulan Muharam yang diperingati kaum Syiah sebagai hari berkabung umum untuk memperingati wafatnya Imam Husein bin Ali dan keluarganya di tangan pasukan Yazid bin Mu'awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61 H di Karbala, Irak.
Imamah. Keyakinan bahwa setelah Nabi Muhammad SAW wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau risalah Nabi Muhammad SAW.
-   'Ishmah. Kepercayaan bahwa para imam itu, termasuk Nabi Muhammad SAW, telah dijamin oleh Allah SWT dari segala bentuk perbuatan salah atau lupa.
-    Mahdawiyyah. Keyakinan akan datangnya seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan kehidupan manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi.
-   Marja'iyyah atau Wilayah al-Faqih. Wilayah al-faqih mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan para fukaha.
-    Raj'ah. Keyakinan akan dihidupkannya kembali sejumlah hamba Allah SWT yang paling saleh dan sejumlah hamba Allah SWT yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT di muka bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi.
-   Taqiyah. Taqiyah adalah sikap berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang dapat menimpa dirinya.
Tawassul. Tawassul adalah memohon sesuatu kepada Allah SWT dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang nabi, imam, atau bahkan seorang wali supaya doanya tersebut cepat dikabulkan Allah SWT.

B. MU'TAZILIYAH
1. Sejarah Mu’tazilah
            Pada tahun 100 H/718 M telah muncul aliran baru dalam teologi islam yang disebut aliran Mu'tazilah yang dibidani oleh Washil bin Atho' murid Hasan al-Bashri. Aliran Mu'tazilah muncul sebagai reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji'ah berkenaan soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut aliran Khawarij, mereka tidak dapat dikatakan sebagai mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir. Sementara itu kaum Murji'ah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai mukmin, bukan kafir. Menghadapi dua pendapat yang kontroversial ini, Washil bin Atho' yang ketika itu menjadi murid Hasan al Basri, seorang ulama terkenal di Basrah, mendahului gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara keduanya (manzilah bainal manzilatain). Oleh karena diakhirat nanti tidak ada tempat diantara surga dan neraka, maka orang itu dimasukkan kedalam neraka, tetapi siksaan yang diperolehnya lebih ringan daripada siksaan orang kafir. Demikianlah pendapat Washil bin Atho', yang kemudian menjadi salah satu doktrin Mu'tazilah, yakni Al-manzilah baina al-manzilataini (posisi diatara dua posisi).
2. Doktrin Mu’tazilah
Lima dasar pemikiran mu’tazilah adalah sebagai berikut:
- Al-Tauhîd (keesaan). Mu’tazilah meyakini bahwa Allah disucikan dari perumpamaan (tasybih) dan permisalan (tanzih), tiada yang walaupun missal, semisal dengan Tuhan (laisa kamitslihi syai-un) dan tidak ada yang mampu menentang kekuasaan-Nya serta tidak berlaku pada-Nya apa yang berlaku pada manusia.
-    Al’adl (keadilan Allah). Maksud Mu’tazilah dengan keadilan Allah adalah bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan hamba-hamba-Nya dan tidak menyukai kerusakan.
-    Al-wa’d wa al-wa’îd (janji dan ancaman Allah). Allah akan memberi pahala atas kebaikan yang diperbuat manusia dan memberi balasan atas kejelekan yang dilakukannya, dan secara mutlak tidak akan mengampuni pendosa besar jika tidak bertobat.
Al-manzilah baina al manzilataini (tempat di antara dua tempat). Maksud Mu’tazilah adalah bahwa pendosa besar berada di antara dua kedudukan, ia tidak berada dalam kedudukan mu’min tidak juga kafir, tetapi fasik.
-  Al-amru bi al-ma’rûf wa al-nahyu ‘an al-munkar (melakukan kebaikan dan melarang keburukan).
Dari pemaparan tentang pemikiran Mu’tazilah di atas, terlihat bahwa akal mempunyai kedudukan yang tinggi dalam pemikiran Mu’tazilah. Oleh karena itu, terkenallah bahwa mu’tazilah adalah pengusung ilmu kalam yang bercorak rasionalitas.
3. Tokoh Mu’taziliyah
            Tokoh-tokoh Mu’taziliyah yang terkenal ialah :
a. Wasil bin Atha', lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
b. Abu Huzail al-Allaf (751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
c. Al-Nazzam, murid Abu Huzail al-Allaf.
d. Abu ‘Ali Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M).
Mu’tazilah sebagai aliran dalam Islam pun terpecah menjadi beberapa kelompok di antara mereka. Beberapa pecahan mu’tazilah berdasarkan klasifikasi keyakinan dan amalan mereka adalah;
- Al-Majusi,
- Al-Tsanawiyah,
- Al-Wa’idiyyah,
- Al-Muathilah,
- Al-Qadariyyah,
- Al-Haraqiyyah,
- Al-Munfiyyah,
- Al-Lafdziyah,
- Al-Quburiyyah.
Pecahan mu’tazilah berdasarkan klasifikasi tokoh adalah;
- Al-Washiliyyah,
- Al-Huzailliyyah,
- Al-Nazhzamiyyah,
- Al-Khabitiyyah
- Al-Haditsiyah,
- Al-Bisyariyyah,
- Al-Mu’amariyyah,
- Al-Mardariiyah,
- Al-Tsumamah,
- Al-Hisyamiyah,
- Al-Jazizhiyah,
- Al-Khayyathiyyah
- Al-Ka’biyyah,
- Al-Jiba’iyyah
- Al-Basyaniyyah.
Meski kini Mu’taziliyah tiada lagi, namun pemikiran rasionalnya sering digali cendekiawan muslim dan nonmuslim. Bahkan, di dunia Islam kini, pemikiran Mu’tazilah kembali hidup dan banyak diyakini, terutama oleh penduduk perkotaan.
C.    ASY’ARIYAH
1. Sejarah Asy’ariyah
Al Asy’ari adalah nama sebuah kabilah Arab terkemuka di Bashrah, Irak. Dari kabilah ini muncul beberapa orang tokoh terkemuka yang turut mempengaruhi dan mewarnai sejarah peradaban umat Islam. Di antaranya adalah Abu Musa Asy’ari, salah seorang shahabat yang terkenal shaleh dan mendalam keilmuannya. Sedangkan tokoh lainnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishak bin Salim bin Ismail bin Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Bardah al Asy’ari, tokoh yang kemudian dinisbahkan sebagai ulama ‘pendiri’ paham Asy’ariyah. Nama asli Imam Asy'ari adalah Ali Ibn Ismail, keluarga Abu Musa al-Asy'ari. Panggilan  akrabnya  Abu al-Hasan.  Dia  dilahirkan di Bashrah pada 260 H./875 M, saat wafatnya filsuf Arab muslim al-Kindi. Ia wafat di Baghdad pada tahun 324 H./935 M.
2. Doktrin Asy’ariyah
a. Tuhan dan Sifat-Sifat-Nya
            Abul Hasan Al-Asy’ari dihadapkan pada dua pandangan ekstrim. Di satu sisi ia berhadapan dengan kelompok mujassimah dan musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, dan sifat-sifat itu harus dipahami menurut arti harfiahnya. Di lain sisi, beliau berhadapan dengan Mu’tazilah yang menolak konsep bahwa Allah mempunyai sifat, dan berpendapat bahwa mendengar, kuasa, mengetahui, dan sebagainya bukanlah sifat, tetapi Substansi-Nya, sehingga sifat-sifat yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits itu harus dijelaskan secara alegoris.
            Menghadapi dua kelompok tersebut, Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu yang berbeda dengan pendapat kaum Mu’tazilah, namun tidak boleh diartikan secara harfiah melainkan secara ta’wil (berbeda dengan mujassimah dan musyabbihah). Selanjutnya, Al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik, sehingga tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
b. Akal dan Wahyu
            Walaupun Al-Asy’ari dan Mu’tazilah mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari aqal dan wahyu. Al-Asy’ari mengutamakan wahyu, sementara Mu’tazilah mengutamakan aqal.
            Dalam menentukan baik dan buruk pun terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan Mu’tazilah mendasarkannya pada aqal.
c. Keadilan
            Pada dasarnya Al-Asy’ari dan Mu’tazilah setuju bahwa Allah itu adil. Namun Al-Asy’ari tidak setuju bahwa Allah harus berbuat adil, sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki keharusan apapun terhadap makhluq, karena Dia adalah Penguasa Muthlaq.
d. Kedudukan Orang Berdosa
            Al-Asy’ari menolak ajaran posisi menengah yang dianut Mu’tazilah. Iman merupakan lawan kufr, predikat bagi seseorang haruslah salah satu dari keduanya. Jika tidak mu`min, maka ia kafir. Mu`min yang berbuat dosa besar adalah mu`min yang fasiq, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa, kecuali oleh kafir haqiqi.
3. Tokoh Asy’ariyah
Secara kenyataa, nmazhab aqidah Asy`ariyah merupakan mazhab yang paling banyak dipeluk umat Islam secara tradisional dan turun temurun di dunia Islam. Di dalamnya terdapat banyak ulama, fuqoha, imam dan sebagainya. Meski bila masing-masing imam itu dikonfrontir satu persatu dengan detail pemikiran asy`ari, belum tentu semuanya sepakat 100 %. Bahkan sejarah mencatat bahwa hampir semua imam besar dan fuqoha dalam Islam adalah pemeluk mazhab aqidah al-As-`ari. Antara lain Al-Baqillani, Imam Haramain Al-Juwaini, Al-Ghazali, Al-Fakhrurrazi, Al-Baidhawi, Al-Amidi, Asy-Syahrastani, Al-Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnud Daqiq Al-`Id, Ibu Sayyidinnas, Al-Balqini, al-`Iraqi, An-Nawawi, Ar-Rafi`I, Ibnu Hajar Al-`Asqallani, As-Suyuti. Sedangkan dari wilayah barat khilafat Islamiyah ada Ath-Tharthusi, Al-Maziri, Al-Baji, Ibnu Rusyd (aljad), Ibnul Arabi, Al-Qadhi `Iyyadh, Al-Qurthubi dan Asy-Syatibi. Universitas Islam terkemuka di dunia dan legendaris menganut paham Al-Asy`ariah dan Maturidiyah seperti Al-Azhar di Mesir, Az-Zaitun di Tunis, Al-Qayruwan di Marokko, Deoban di India. Dan masih banyak lagi universitas dan madrasah yang menganutnya. Para ulama pengikut mazhab Al-Hanafiyah adalah secara teologis umumnya adalah penganut paham Al-Maturidiyah. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi`iyyah secara teoligs umumnya adalah penganut paham Al-Asy`ariyah.
D. AL-MATURIDIYAH
1. Sejarah al-Maturidiyah
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Berdirinya aliran ini kembali kepada Abu Mansur al-Maturidi, dia adalah Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi al-Samarqandi. Maturidi adalah nisbat kepada Maturid, sebuah tempat di Samarkand, di daerah inilah Abu Mansur lahir, tahun kelahirannya samar, tidak diketahui dengan pasti. Ahli sejarah yang menyebutkan biografinya tidak menjelaskan kehidupannya, bagaimana dia tumbuh dan dari siapa ia belajar, yang diketahui dari guru-gurunya adalah Nashir atau Nushair bin Yahya al-Balakhi, dari syekh ini Abu Mansur belajar fikih madzhab Hanafi dan ilmu kalam. Abu Mansur wafat di Samarkand pada tahun 333 H dan dimakamkan di sana.
2. Tokoh-tokoh Al-Maturidiyah
Setelah Abu Mansur wafat, pemikiran-pemikirannya diwarisi dan diperjuangkan oleh murid-muridnya dan orang-orang yang terpengaruh oleh pemikirannya, di tangan mereka ini Maturidiyah membentuk diri sabagai aliran kalamiyah yang muncul pertama kali di Samarkand. Murid-murid Abu Mansur mulai menyebarkan pemikiran-pemikiran syaikh dan imam mereka, mereka menulis buku-buku demi itu, hasilnya pemikiran-pemikiran Maturidiyah laku di negeri tersebut, hal ini karena mereka terbantu oleh kesamaan dalam madzhab fikih yaitu madzhab Hanafi.
Salah satu murid Abu Mansur adalah Abul Qasim Ishaq bin Muhammad bin Ismail al-Hakim al-Samarqandi, wafat tahun 342 H, dia dikenal dengan al-Hakim karena hikmahnya yang banyak dan nasihat-nasihatnya. Ada seorang murid lagi yaitu Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa bin Isa al-Bazdawi, wafat tahun 390 H, selanjutnya orang ini memiliki seorang cucu yang menjadi salah satu pembawa pemikiran-pemikiran Maturidiyah, dia adalah Abul Yasar al-Bazdawi Muhammad bin Muhammad bin al-Husain bin Abdul Karim yang berjuluk al-Qadhi ash-Shadr, Syaikh madzhab Hanafi di Bazdawah pada masanya.
Abul Yasar ini belajar dari bapaknya yang belajar dari kakeknya Abdul Karim salah seorang murid Abu Mansur, di samping dia membaca kitab-kitab ahli filsafat seperti al-Kindi dan lainnya, dia juga mempelajari buku-buku Mu’tazilah seperti al-Jubba’i, an-Nazham dan lain-lain. Dia juga mempelajari buku-buku Abu Musa al-Asy’ari dan buku-buku Abu Mansur seperti at-Ta’wilat dan at-Tauhid. Untuk buku yang terakhir ini dia memandang pembahasannya bertele-tele dan menyulitkan serta penyusunannya yang tidak sistematis oleh karena itu dia mengulang penyusunan dan pemaparannya agar lebih muda untuk dikaji, hal ini dia tuangkan dalam bukunya Ushuluddin dengan beberapa penambahan darinya. Abul Yasar wafat di Bukhara tahun 493 H dengan meninggalkan banyak murid, salah satunya adalah Najmuddin Umar bin Muhammad an-Nasafi, peletak sebuah buku dalam akidah yang terkenal dengan al-Aqidah an-Nasafiyah.
Najmuddin Umar an-Nasafi, bisa dikatakan, dia adalah pelopor Maturidiyah dalam bidang karya tulis karena dia banyak menuangkan dasar-dasar akidah Maturidiyah dalam buku-bukunya yang berjumlah besar, dia adalah Abu Hafsh Najmuddin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Ismail al-Hanafi an-Nasafi, nisbat kepada Nasaf, sebuah kota di antara Jaihun dan Samarkand. Najmuddin adalah julukannya.
Najmuddin Umar an-Nasafi lahir di Nasaf pada tahun 462 H, dia terkenal dengan syaikh-syaikhnya yang berjumlah besar mencapai lima ratus orang, di antara mereka adalah Abul Yasar al-Bazdawi dan Abdullah bin Ali bin Isa an-Nasafi, sebagaimana dia memiliki murid dalam jumlah besar pula, tidak hanya itu dia juga memiliki karya tulis juga dalam jumlah besar yang menjadi buku induk dalam menetapkan pemikiran-pemikiran Maturidiyah. Di antara buku-bukunya adalah  Majma’ al-Ulum, at-Taisir fi Tafsir al-Qur`an, an-Najah fi Syarh Kitab Akhbar ash-Shihah, buku ini adalah syarah dari shahih al-Bukhari, dan sebuah buku dalam akidah yaitu al-Aqidah an-Nasafiyah, buku ini adalah ringkasan dari buku at-Tabshirah karya Abu Muin an-Nasafi, buku ini adalah salah satu buku terpenting dalam akidah Maturidiyah. Najmuddin Umar an-Nasafi wafat di Samarkand pada malam Kamis, 12 Jumadil Ula 537 H.
Setelah masa Najmuddin Umar an-Nasafi, Maturidiyah mengalami kemajuan dan perkembangan yang berarti, hal ini karena mereka mampu meraih simpati para Sultan Daulah Utsmaniyah yang berpusat di Turki, dan akhirnya para sultan tersebut menjadi pendukung Maturidiyah sehingga pengaruh Maturidiyah menyebar ke negeri-negeri yang dijangkau oleh kekuasaan Daulah Utsmaniyah. Di masa ini muncul al-Kamal bin al-Hammam penulis  al-Muyasarah fi al-Aqa’id al-Munjiyah fi al-Akhirah yang pada saat ini masih dijadikan sebagai buku wajib di sebagian universitas.
Di masa kini pemikiran Maturidiyah banyak dianut di beberapa negeri kaum muslimin khususnya di Turki, Afghanistan dan sekitarnya, Pakistan dan India. Di dua negara yang terakhir ini ada beberapa madrasah yang mengusung pemikiran-pemikiran Maturidiyah, salah satunya adalah madrasah Kautsariyah yang dinisbatkan kepada syaikh Muhammad Zahid al-Kautsari al-Jarkasi al-Hanafi al-Maturidi, wafat tahun 1371 H.


3. Doktrin Al-Maturidi
a. Akal dan Wahyu.
            Dalam pemikiran kalamnya, al-Maturidi mendasarkan pada al-Qur’an dan akal. Da;lam hal ini ia sama dengan Imam Asy’ari. Namun, porsi yang diberikan al-Maturidi kepada akal lebih besar dari pada yang diberikan oleh al-Asy’ari. Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Namun akal tidak mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
            Dalam masalah baik dan buruk, Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu itu. Ia mengakui bahwa akal tidak akan selalu mampu membedakan antara yang baik dan buruk, namun terkadang pula mampu mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu. Dalam kondisi demikian, wahyu diperlukan untuk dijadikan sebagai pembimbing.
            Tentang mengetahui kebaikan atau keburukan sesuatu dengan akal, al-Maturidi sependapat dengan Mu’tazilah. Hanya saja bila Mu’tazilah mengatakan bahwa perintah melakukan yang baik dan meninggalkan yang buruk itu didasarkan pada pengetahuan akal, al-Maturidi mengatakan bahwa kewajiban tersebut harus diterima dari ketentuan ajaran wahyu saja. Dalam persoalan ini, al-Maturidi berbeda dengan al-Asy’ari. Menurut al-Asy’ari, baik dan buruk itu tidak terdapat pada sesuatu itu sendiri. Sesuatu itu dipandang baik karena perintah syara dan dipandang buruk karena larangan syara. Pada posisi ini al-Maturidi berada diposisi tengah-tengah antara Mu’tazilah dan al-Asy’ariyah.
b. Perbuatan Manusia
            Dalam hal ini, al-Maturidi mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan sebagai pencipta perbuatan manusia. Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam diri manusia dan manusia bebas memakainya sesuai dengan masyiah (kehendak) dan ridha (kerelaan). Kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik atau buruk tetap berada dalam kehendak tuhan, tetapi ia dapat memilih yang diridhai-Nya atau yang tidak diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak dan kerelaan Tuhan dan berbuat buruk juga atas kehendak Tuhan tetapi tidak atas kerelaan-Nya. Dengan demikian, manusia dalam paham al-Maturidi tidak sebebas manusia dalam paham Mu’tazilah.
c. Sifat Tuhan
            Al-Maturidi berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai essensi-Nya dan bukan pula lain dari essensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama) zat tanpa terpisah. Menetapkan sifat bagi Allah tidak harus membawa pada pengertian anthropomorphisme karena sifat tidak berwujud tersendiri dari zat, sehingga berbilangnya sifat tidak akan membawa kepada berbilangnya yang qadim (ta’addud al-qudama). Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama. Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
d. Melihat Tuhan
            Al-Maturidi mengatakan bahwa manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh al-Qur’an antara lain firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 22 dan 23:
×nqã_ãr 7Í´tBöqtƒ îouŽÅÑ$¯R ÇËËÈ 4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ
Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka Melihat. (QS. Al-Qiyamah: 22-23).
Al-Maturidi lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata jasmani, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun Ia immaterial. Namun melihat Tuhan kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
e. Kewajiban Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah. Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu. Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah. Asy’ariyah berpendapat Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa, karena Tuhan adalah Sang Khalik (Maha Pencipta).
f. Pelaku Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu berada pada tempat di antara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”, ia tidak bisa dikatakan kafir, juga tidak bisa dikatakan muslim, karena ia adalah fasiq.
Tentang Janji Tuhan. Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang berbuat jahat.




RANGKUMAN

Aliran-aliran dalam ilmu kalam, dalam garis besarnya adalah Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan Maturidiyah. Pada tahun 100 H/718 M telah muncul aliran baru dalam teologi islam yang disebut aliran Mu'tazilah yang dibidani oleh Washil bin Atho' murid Hasan al-Bashri. Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi Islam lainnya  adalah pandangan-pandangan teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil aqliyah dan lebih bersifat filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis Islam. Namun aliran mu’tazilah mendapat kritikan yang tajam dari paham yang timbul kemudian, yaitu Asy’ariyah dan Maturidiyah.


TES FORMATIF

1.  Perang Siffin yang terjadi pada masa kekhalifahan Imam Ali bin abi Thalib terjadi pada tahun ….
a. 646 M
b. 647 M
c. 648 M
d. 649 M
e. 650 M

2.  Ketika kaum Khawarij berkumpul di daerah Harura, mereka mengangkat seorang pemimpin, yaitu ….
a. Abdullah bin Mas’ud
b. Abdullah bin Umar
c. Abdullah bin Abu Bakar
d. Abdullah bin Shahab al-Rasyibi
e. Abdullah bin zaid
3. Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna ….
a. Keluar
b. Mengikuti
c. Penundaan
d. Pasrah
e. Berusaha
4. Tokoh Murji’ah yang diduga berasal dari keturunan Nabi Muhammad SAW adalah ….
a. Imam Husein bin Ali
b. Imam Hasan bin Ali
c. Imam Musa bin Muhammad
d. Imam Hasan bin Muhammad
e. Imam Hambali bin Sufyan
5. Menurut kaum Syi’ah, khalifah yang sah setelah Rasul wafat adalah ….
a. Abu Bakar
b. Umar bin Khattab
c. Usman bin Affan
d. Ali bin Abi Thalib
e. Umar bin Abdul Aziz
6.  Menyembunyikan keimanan selama masa pemerintahan yang dzalim sah menurut kaum Syi’ah. Menyembunyikan keimanan itu disebut ….
a. Takjiyah
b. Taqiyah
c. Taqwa
d. Tarjiyah
e. Tafhiyah  
7.  Gelar yang diberikan oleh pengikut Syi’ah pada Imam Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin adalah ….
a. Al-Mujtaba
b. Al-Syahid
c. Al-Sajjad
d. Baqir
e. Al-Shadiq
8. Pasrah terhadap takdir Tuhan merupakan doktrin utama dari kaum ….
a. Mu’tazilah
b. Qadariyah
c. Maturidiyah
d. Syi’ah
e. Jabariyah

9. Ciri utama dari kaum Mu’tazilah adalah ….
a. Penggunaan Dalil al-Qur’an
b. Penggunaan dalil al-Hadis
c. Penggunaan rasio manusia
d. Penggunaan hujjah Ahlul Bait
e. Penggunaan Penundaan keputusan di akhirat
10. Teori perbuatan manusia yang terkenal dari Imam Asy’ari adalah ….
a. Ikhtiyar
b. Kasb
c. Pasrah
d. Irja’
e. Tawakkal


ISIAN

1. Sebutkan tokoh-tokoh yang mengembangkan paham Khawarij?
2. Jelaskan doktrin-doktrin dari aliran Mu’tazilah?
3. Jelaskan pendapat Imam Asy’ari tentang perbuatan manusia?
4. Mengapa kaum Murji’ah selalu lebih memilih diam terhadap pertikaian dan perdebatan yang terjadi pada sesame muslim?
5. Sebutkan beberapa hikmah dari beraneka ragam adanya aliran dalam ilmu kalam?



Sekarang cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada kunci jawaban dalam halaman berikut, kemudian hitunglah dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rumus :

                                    Jumlah jawaban yang benar
Tingkat Penguasaan :                                                  x 100%
                                                     10

            Apabila setelah Anda hitung, nilai yang Anda peroleh sama dengan atau lebih dari 80%, berarti Anda telah menguasai materi tersebut. Selamat atas kepemahaman Anda! Anda bisa melanjutkan kajian pada kegiatan belajar berikutnya dalam modul ini. Namun, jika hasil yang anda peroleh belum mencapai angka standar  80%, maka disarankan Anda kaji kembali kegiatan belajar ini, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.


JAWABAN

1. c
2. d
3. c
4. d
5. d
6. b
7. d
8. e
9. c
10. b




GLOSARIUM


Mu’tazilah adalah adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa akal manusia dapat menemukan kebenaran, walaupun wahyu tidak turun.
Asy’ariyah adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang mengikuti pendapat Imam Asy’ari yang berfaham bahwa semua perbuatan manusia atas kasb-nya, yang memperoleh daya dari Allah SWT.
Maturidiyah adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang mengikuti pendapat Imam Maturidi berfaham bahwa semua perbuatan manusia atas kasb-nya, yang memperoleh daya dari Allah SWT