Modul 2
ALIRAN
DAN DOKTRIN ILMU KALAM
|
PENDAHULUAN
Anda
dalam mempelajari modul-modul pembelajaran kurikulum akidah-akhlak ini tak
lepas dari berhubungan dengan aliran-aliran kalam dan doktrinnya. Sebagai
pembahasan lanjutan dalam modul ini, kita akan mempelajari perihal
aliran-aliran, karakteristik dan doktrinnya pada tingkat dasar. Penjabaran penguraian
tentang pengetahuan perihal aliran-aliran, karakteristik dan doktrinnya
memegang peranan yang sangat vital bagi seorang pemerhati pelajaran
akidah-akhlak. Hal ini dikarenakan dengan memahami
karakteristik aliran kita akan lebih mempermudah untuk mempelajari beraneka
aliran-aliran dengan ajarannya yang berkembang dalam Islam.
Modul ini terdiri atas dua Kegiatan
Belajar. Pada Kegiatan Belajar 1 akan diuraikan tentang aliran Khawarij,
Murji’ah, Jabariyah dan Qadariyah. Kegiatan Belajar 2 akan membahas tentang
kajian Syi’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah dan Maturidiyah.
Dari Modul 2 ini diharapkan Anda
dapat memahami dan menguasai tentang tentang inti pelajaran akidah-akhlak dan
tentang Aliran-aliran dan doktrinnya. Lebih spesifik lagi setelah mempelajari
Modul 2, Anda telah mengerti tentang hal-hal berikut:
- Menjelaskan aliran-aliran dalam Islam
- Menjelaskan tentang karakteristik doktrin aliran-aliran dalam Islam.
Mengingat pentingnya pembahasan ini
dalam mengkaji modul-modul berikutnya, perhatikanlah saran-saran yang
mempermudah Anda dalam mempelajari modul ini.
1. Ketika mempelajari modul ini, kaitkan dengan pengamalan dan
pengalaman sehari-hari Anda dalam mengaplikasikan keimanan dan akhlak yang
baik.
2. Bacalah setiap kegiatan belajar dengan seksama, teliti dan
cermat. Jangan segan untuk mengulangi sesuatu tema yang belum Anda kuasai
sampai Anda benar-benar memahaminya.
3. Buatlah kata-kata kunci tiap bab pembahasan dan pahamilah
maknanya melalui pemahaman sendiri.
4. Diskusikan dengan mahasiswa lain tentang tema yang dibahas.
5. Untuk lebih memantapkan penguasaan Anda terhadap materi yang
disajikan, cobalah Anda kerjakan latihan-latihan dan tes formatif yang terdapat
pada setiap kegiatan belajar. Untuk melihat hasil penguasaan Anda terhadap
materi, silahkan Anda lihat petunjuk atau rambu-rambu pengerjaan latihan dan
kunci tes formatif yang terdapat pada akhir modul ini. Anda akan mengetahui
sendiri seberapa tingkat penguasaan Anda terhadap materi modul yang telah Anda
pelajari.
Bismillah, selamat jihad akbar
melalui ibadah belajar!
Kegiatan Belajar 1
ALIRAN DAN AJARAN KHAWARIJ, MURJI’AH, JABARIYAH DAN QADARIYAH
A. Pendahuluan
Fakta sejarah menunjukkan bahwa
pemikiran-pemikiran keagamaan (fiqh atau teologi)
sebagai amal yang
ditawarkan para pemikir Muslim sejak abad pertengahan merupakan lahir
dari suatu pola keprihatinan yaitu bagaimana ajaran agama bisa dipahami
umat secara benar. Hal ini merupakan suatu
pemikiran yang jelas berangkat dari
keprihatinan teoritik.
Oleh karena itu, dari keprihatinan
atas pertanyaan-pertanyaan inilah para
pemikir Islam ketika itu merasa ditantang merumuskan
jawabannya yang benar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam yang shahih. Karuan
saja, karena ajaran-ajaran
Islam itu pun harus diolah terlebih
dahulu melalui subyektifitas masing-masing pemikir,
maka jawaban pun hadir dalam
corak dan pendekatan yang demikian
berbeda-beda. Masing-masing
jawaban tumbuh sebagai
aliran pemikiran yang
berdiri sendiri. Tersebutlah, di kemudian hari nama-nama: Khawarij, Murjiah, Mu'tazilah, Syi’ah, Qadariyah, Jabariyah,
Asy'ariyah, Maturidiya, Khasywiyah dan sebagainya. Yang menarik
adalah bahwa masing-masing aliran
ini, karena merasa berpedoman
pada pegangan mutlak yang ada di tangan,
mengaku sebagai satu-satunya yang
benar, yang lainnya adalah salah. Lalu bagaimanakah sejarah, tokoh, dan ajaran
aliran-aliran tersebut? Mari kita ikuti uraian di bawah ini:
B. KHAWARIJ
1.
Definisi Khawarij.
Secara Etimologi
Bahasa Arab Khawarij ( الخوارج ) adalah bentuk jama` dari khoorij
( خارج
) dan Korij adalah kata turunan dari khuruj ( خروج ), sedangkan khuruj
secara etimologi Arab mengandung beberapa makna, di antaranya:
·
Hari Kiamat. Berkata Abu
Ubadah dalam menafsirkan firman Allah :
tPöqt tbqãèyJó¡o spysø¢Á9$# Èd,ysø9$$Î/ 4 y7Ï9ºs ãPöqt Ælrãèø:$# ÇÍËÈ
(Yaitu) pada hari mereka mendengar teriakan dengan
sebenar-benarnya itulah hari keluar (dari kubur). (QS. Qaf/50:42)
khuruj adalah nama dari nama-nama
hari qiamat
·
Kebangkitan dari kubur pada
hari qiamat. Sebagaimana dalam firman Allah :
$·è¤±äz óOèdã»|Áö/r& tbqã_ãøs z`ÏB Ï^#y÷`F{$# öNåk¨Xr(x. ×#ty_ ×ųtFZB ÇÐÈ
Sambil menundukkan
pandangan-pandangan mereka keluar dari kuburan seakan-akan mereka belalang yang
beterbangan. (QS.
Al-Qomar/54:7)
Dan biasanya,
dalam ilmu kalam, khawarij adalah sekelompok orang yang menyatakan keluar dari
barisan kepemimpinan Imam Ali yang telah menerima tahkim/arbitrase dalam perang
Siffin pada tahun 37 H/648 M dengan kelompok bughot (pemberontak)
Mu’awiyah bin Abi Sufyan perihal persengketaan khilafah untuk kemudian
membentuk kelompok sendiri dengan bersemboyan
لا حكم الا الله la hukma illa Allah (tiada hukum
kecuali dari Allah).
2.
Sejarah Khawarij
Ketika terjadi
perang Siffin, kekhalifahan Imam Ali bin Abi Thalib didukung oleh
pengikut-pengikut yang setia dan memandang Imam Ali berada di pihak yang benar
karena Imam Ali merupakan khalifah yang sah yang telah di bai’at oleh mayoritas
umat Islam. Sementara itu, si Mu’awiyah berrada di pihak yang salah karena
memberontak pada khalifah yang sah. Lagi pula, pihak Imam Ali hamper memperoleh
kemenangan pada peperangan tersebut, tetapi karena khalifah Ali menerima tipu
daya licik ajakan damai Mu’awiyah, kemenangan yang hamper di raih itu menjadi
kalah.
Khalifah Imam Ali
sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai kelompok Mu’awiyah
sehingga ia bermaksud untuk menolak ajakan damai itu. Namun, karena alasan
lebih mengutamakan perdamaian sesame muslim dan atas desakan sebagian
pengikutnya, terutama ahli qurra (penghafal al-Qur’an), seperti
Al-Asy’ats bin Qais, Mas’ud bin Fudaki al-Tamimi dan Zaid bin Husein al-Tha’i
kemudian Imam Ali memerintahkan komandan pasukannya yang di pimpin oleh
Al-Asytar untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima
ajakan damai, Ali bermaksud mengirimkan Abdullah bin Abbas sebagai delegasi
juru damai (hakam)-nya, tetapi orang-orang khawarij menolaknya.
Mereka beralasan bahwa Abdullah bun Abbas berasal dari kelompok Ali sendiri.
Kemudian mereka mengusulksn agar Ali mengirim Abu Musa Al-Asy’ari dengan
harapan dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah. Keputusan Tahkim, yakni
Ali diturunkan dari jabatannya sebagai khalifah oleh utusannya, dan mengangkat
Mu’awiyah menjadi khalifah pengganti Ali sangat mengecewakan orang-orang khawarij.
Mereka membelot dengan mengatakan, “mengapa kalian berhukum pada manusia.
Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi Allah. “Imam Ali menjawab,”itu
adalah ungkapan yang benar, tetapi mereka artikan dengan keliru.” Pada saat
itu juga orang-orang khawarij keluar dari pasukan Ali dan langsung
menuju hurura. Itulah sebabnya khawarij disebut juga dengan nama Hururiah.
Kadang-kadang mereka disebut dengan syurah dan Al-Mariqah.
Dengan arahan
Abdullah Al-Kiwa, mereka sampai di Harura. Di Harura, kelompok khawarij ini
melanjutkan perlawanan kepada Mu’awiyah dan juga kepada Ali. Mereka mengangkat
seorang pimpinan yang bernama Abdullah bin Shahab Ar-Rasyibi.
3. Doktrin Khawarij
Di antara ajaran
pokok khawarij adalah berikut ini :
- Menganggap
kafir orang-orang yang berseberangan dengan mereka, terutama yang terlibat
dalam Perang Shiffin. Karenanya, tidak ada istilah damai untuk penentang
Khawarij, mengingat yang dimaksud ishlah dalam QS. Al-Hujurat: 9 adalah sesama
orang Islam, tidak dengan orang kafir.
- Orang Islam
yang berbuat dosa besar, seperti berzina dan pembunuh adalah kafir dan
selamanya masuk neraka.
- Hak khilafah
tidak harus dari kerabat nabi atau suku Quraisy khususnya, dan orang Arab
umumnya. Seorang khalifah harus dipilih oleh kaum Muslimin melalui pemilihan
yang bebas. Khalifah yang taat kepada Tuhan wajib ditaati. Sebaliknya, khalifah
yang mengingkari Tuhan dan umat yang durhaka kepada khilafah yang wajib
ditaati, boleh diperangi dan dibunuh.
- Orang musyrik
adalah yang melakukan dosa besar, tidak sepaham dengan mereka, atau orang yang
sepaham tetapi tidak ikut hijrah dan berperang bersama mereka. Orang musyrik
itu halal darahnya. Nasib mereka bersama anak-anaknya akan kekal di neraka.
- Mereka
menganggap bahwa hanya daerahnya yang disebut dar al-Islam, dan daerah orang
yang melawan mereka adalah dar al-harb. Karenanya, orang yang tinggal dalam
wilayah dar al-harb, baik anak-anak maupun wanita, boleh dibunuh.
- Ajaran agama
yang harus diketahui hanya ada dua, yakni mengetahui Allah dan rasul-Nya.
Selain dua hal itu tidak wajib diketahui.
- Melakukan
taqiyyah (menyembungikan keyakinan demi keselamatan diri), baik secara lisan
maupun perbuatan adalah dibolehkan bila keselamatan diri mereka terancam.
- Dosa kecil
yang dilakukan secara terus menerus akan berubah menjadi dosa besar dan
pelakunya menjadi musyrik.
- Imam dan
khilafah bukanlah suatu keniscayaan. Tanpa imam dan khilafah, kaum muslimin
bisa hidup dalam kebenaran dengan cara saling menasihati dalam hal kebenaran.
4. Tokoh utama
Tokoh-tokoh
utama Khawarij antara lain:
·
Urwah bin Hudair
·
Mustarid bin Sa'ad
·
Hausarah al-Asadi
·
Quraib bin Maruah
·
Nafi' bin al-Azraq
·
'Abdullah bin Basyir
5. Aliran Khawarij
Akibat perbedaan pendapat di antara
tokoh-tokohnya, Khawarij terpecah menjadi beberapa sekte, antara lain:
·
Sekte Muhakkimah, yang
merupakan sekte pertama, yakni golongan yang memisahkan diri dari 'Ali bin Abi
Thalib.
·
Sekte Azariqoh yang lebih
radikal, sebab orang yang tidak sepaham dengan mereka dibunuh.
·
Sekte Najdat yang merupakan
pecahan dari sekte Azariqoh.
·
Sekte al-Ajaridah yang
dipimpin 'Abd Karim bin Ajrad, yang dalam perkembangannya terpecah menjadi
beberapa kelompok kecil seperti Syu'aibiyyah, Hamziyyah, Hazimiyyah,
Maimuniyyah, dll.
Perpecahan
itulah yang menghancurkan aliran Khawarij. Satu-satunya yang masih ada, Ibadi
dari Oman, Zanzibar, dan Maghreb, akan tetapi mereka menolak disebut Khawarij.
C.
Murji’ah
1. Defenisi Murji’ah
Nama Murji’ah diambil dari kata irja’
atau arja’a yang bermakna penundaan, penangguhan, dan pengharapan. Kata arja’a
mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa
besar untuk memperoleh pengampunan dan rahmat Allah. Selain itu, arja’a
berarrti pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan yaitu orang yang
mengemudikan amal dari iman. Oleh karena itu, murji’ah artinya orang
yang menunda penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa yakni Imam Ali dan
Mu’awiyah serta pasukannya masing-masing ke hari kiamat kelak.
2. Doktrin Murji’ah
Ajaran
pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan irja’ atau arja’a yang
diterapkan dalam banyak persoalan, baik persoalan pilitik maupun persoalan
kalam. Di bidang politik, ajaran irja diterapkan dengan sikap politik netral
atau non-blok, yang hamper selalu diekspresikan dengan sikap diam. Itulah
sebabnya kelompok Murji’ah dikenal pula sebagai the quietists (kelompok
bungkam). Sikap ini akhirnya berakibat begitu jauh sehingga membuat Murji’ah
selalu diam dalam persoalan politik. Berkaitan dengan ajaran ilmu kalam
Murji’ah, ajaran yang di bawa antara lain:
- Penangguhan keputusan terhadap Imam Ali dan
Mu’awiyah hingga Allah memutuskannya di hari akhir kelak.
- Pemberian harapan terhadap orang muslim
yang berdosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah.
- Menyerahkan keputusan kepada Allah atas
orang muslim yang melakukan dossa besar.
- Meletakkan pentingnya iman dari pada
tindakan atau amal.
- Imam adalah percaya kepada Allah dan
Rasul-Nya saja. Adapun amal perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi
adanya iman. Berdasarkan hal ini, seseorang tetap dianggap mukmin walaupun
meninggalkan perbuatan yang difardukan dan melakukan dosa besar.
- Dasar dari keselamatan adalah iman semata.
Selama masih ada iman di hati seseorang, maka setiap perbuatan maksiat tidak
dapat mendatangkan madarat ataupun gangguan atas seseorang. Untuk mendapatkan
pengampunan, manusia cukup hanya dengan menjauhkan diri dari syirik dan mati
dalam keadaan tidak ada akidah tauhid.
3. Aliran-aliran
dan Tokoh Murji’ah
Kemunculan sekte-sekte dalam
kelompok Murji’ah dipicu oleh perbedaan pendapat di kalangan Murji’ah sendiri.
Dalam hal ini, terdapat masalah yang cukup mendasar ketika para pengamat
mengklasifikasikan sekte-sekte Murji’ah. Kesulitannya antara lain adalah ada
beberapa tokoh aliran pemikiran tertentu yang diklaim oleh seorang ahli sejarah
sebagai pengikut Murji’ah, tetapi tidak diklaim oleh ahli sejarah lain. Seperti
Imam Hasan bin Muhammad al-Hanafiah, oleh beberapa ahli sejarah termasuk dalam
kelompok Murji’ah, akan tetapi sebagian ahli sejarah yang lain menganggap
beliau adalah Syi’ah bukan Murji’ah. Al-Syahrastani menyebutkan bahwa
sekte-sekte Murji’ah adalah:
-
Murji’ah-Khawarij
-
Murji’ah-Qadariyah
-
Murji’ah-Jabariyah
-
Murji’ah murni
-
Murjiah-Sunni, tokohnya adalah Abu Hanifah.
Sementara
itu, Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah dan tokohnya, yaitu:
-
Al-Jahmiyah, tokohnya adalah Jahm bin Sufyan
-
Al-Shalihiyah, tokohnya adalah Abu Musa al-Shalahi
-
Al-Yunusiyah, tokohnya adalah Yunus al-Samary
-
Al-Samriyah, tokohnya adalah Abu Samr dan Yunus
-
Al-Syaubaniyah, tokohnya adalah Abu Syauban
-
Al-Ghailaniyah, tokohnya adalah Abu marwan al-Ghailan bin Marwan al-Dimsaqy
-
Al-Najariyah, tokohnya adalah al-Husain bin Muhammad al-Najr
-
Al-Hanafiyah, tokohnya adalah Abu Haifah al-Nu’man
-
Al-Syabibiyah, tokohnya adalah Muhammad bin Syabib
-
Al-Mu’aziyah, tokohnya adalah Mu’adz al-Thaumi
-
Al-Murisiyah, tokohnya adalah Basr al-Murisy
-
Al-Karamiyah, tokohnya adalah Muhammad bin Karam al-Sijistany.
D.
JABARIYAH
1. Defenisi Jabariyah
Kata "Jabariyah" berasal dari kata bahasa
arab "Jabara" yang artinya memaksa. Dan yang dimaksud adalah
suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa semua perbuatan
manusia bukan atas kehendak sendiri, namun ditentukan oleh Allah SWT. Dalam
arti bahwa setiap perbuatan yang dilakukan oleh manusia baik perbuatan buruk,
jahat dan baik semuanya telah ditentukan oleh Allah SWT dan bukan atas kehendak
atau adanya campur tangan manusia. Hal tersebut seperti firman Allah dalam
al-Qur’an:
*
öqs9ur $oY¯Rr&
!$uZø9¨tR
ãNÍkös9Î)
spx6Í´¯»n=yJø9$#
ÞOßgyJ¯=x.ur 4tAöqpRùQ$# $tR÷|³ymur öNÍkön=tã
¨@ä.
&äóÓx« Wxç6è% $¨B
(#qçR%x. (#þqãZÏB÷sãÏ9
HwÎ) br& uä!$t±o
ª!$# £`Å3»s9ur öNèdusYò2r& tbqè=ygøgs ÇÊÊÊÈ
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka,
dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan kami kumpulkan
(pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan
beriman, kecuali jika Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak
mengetahui. (QS.
Al-An’am: 111).
ª!$#ur ö/ä3s)n=s{
$tBur tbqè=yJ÷ès? ÇÒÏÈ
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang
kamu perbuat itu". (QS. Al-Shaffat: 96);
öNn=sù öNèdqè=çFø)s? ÆÅ3»s9ur ©!$# óOßgn=tGs% 4 $tBur |MøtBu øÎ) |MøtBu ÆÅ3»s9ur ©!$# 4tGu 4 uÍ?ö7ãÏ9ur úüÏZÏB÷sßJø9$# çm÷ZÏB ¹äIxt/ $·Z|¡ym 4 cÎ) ©!$# ììÏJy ÒOÎ=tæ ÇÊÐÈ
Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh
mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar
ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian
untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui. (QS. Al-Anfal: 17).
2. Sejarah Jabariyah
Pendapat jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah
(660-750 M). Yakni di masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya
perjanjian antara Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak
mampu lagi menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk
memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin memasukkan
di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai kepala negara dan
memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan Qadar/ketentuan dan
keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang terlibat di
dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan
(Persia) pada saat munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70
H. Aliran ini dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut
Jahmiyah. Jahm bin Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung,
tidak mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah
semata, tidak ada campur tangan manusia.
Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi dari paham
penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu Makhluk, dan
pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan mata kepala di
hari kiamat.
Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa
sebagai pengikut Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah
Mu'tazilah, karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam
masalah Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya
maka kaum Jahmiyah meyakininya.
3. Pemimpin Penganut Jabariyah
a. Ja'd Bin Dirham. Ia adalah seorang
hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh pancung oleh Gubernur
Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri. Pendapat-pendapatnya:
1)
Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan
oleh Alqur'an surat Al-Nisa ayat 164:
Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% øn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR øn=tã 4 zN¯=x.ur ª!$# 4ÓyqãB $VJÎ=ò6s? ÇÊÏÍÈ
Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh
telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak
Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. dan Allah telah berbicara kepada Musa
dengan langsung. (QS. Al-Nisa: 164)
2)
Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan-Nya menurut
ayat 125 dari surat An-Nisa:
ô`tBur ß`|¡ômr& $YYÏ ô`£JÏiB zNn=ór& ¼çmygô_ur ¬! uqèdur Ö`Å¡øtèC yìt7¨?$#ur s'©#ÏB zOÏdºtö/Î) $ZÿÏZym 3 xsªB$#ur ª!$# zOÏdºtö/Î) WxÎ=yz ÇÊËÎÈ
Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang
yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan
kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil
Ibrahim menjadi kesayanganNya. (QS. Al-Nisa’:125)
b. Jahm bin Shafwan. Ia bersal
dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di Marwa dengan
Bani Ummayah.
4. Doktrin Jabariyah
Di antara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
- Bahwa manusia tidak mempunyai
kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap perbuatannya baik yang jahat, buruk atau
baik semata Allah semata yang menentukannya.
-
Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
-
Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
-
Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
-
Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
-
Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama
penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
-
Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
-
Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah.
E. ALIRAN QADARIYAH
1. Defenisi Qadariyah
Qadariyah
berasal dari bahasa arab, yaitu dari bahasa qadara yang artinya
kemampuan dan kekuatan. Adapun menurut pengertian termonologi, Qadariyah adalah
suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh
tuhan. Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap manusia adalah pencipta bagi
segala perbuatannya; ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas
kehendaknya sendiri, berdasarkan pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa
Qadariyah dipakai untuk nama aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dalam
hal ini, Harun Nasution menegaskan bahwa kaum Qadariyah berasal dari pengertian
bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya,
dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia harus tunduk pada qadar tuhan. Seharusnya
sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa qadar
menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Namun
sebutan tersebut telah melukai kaum sunni, yang percaya bahwa manusia mempunyai
kebebasan berkehandak. Menurut Ahmad Amin, sebutan ini diberikan kepada para
pengikut faham qadar oleh lawan mereka dengan merujuk hadis yang menimbulkan
kesan negatif bagi nama Qadariyah.
2. Sejarah
Qadariyah
Ma’bad
Al-jauhani dan Ghailan Ad-Dimasyqi, menurut watt, adalah penganut Qadariyah
yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan keterangan
Adz-Dzahabi dalam Mizan Al-I’tidal, seperti dikutip Ahmad Amin yang
menyatakan bahwa Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Bashri, maka
sangat mungkin fahm Qadariyah ini mula-mula dikembangkan oleh Hasan Al-Bashri,
dengan demikian keterangan yang ditulis oleh ibn Nabatah dalam Syahrul Al-
Uyun bahwa paham Qadariyah berasal dari orang Irak Kristen yang masuk Islam
kemudian kembali lagi kekristen, adalah hasil rekayasa orang yang tidak
sependapat dengan paham ini agar orang-orang yang tidak tertarik dengan pikiran
Qadariyah. Lagi pula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher,
dikalangan gereja timur ketika itu terjadi perdebatan tenteng butir doktrin
Qadariyah yang mencekam pikiran para teologinya.
2. Doktrin Qadariyah
Harun
Nasution menjelaskan pendapat Ghailan tentang doktrin Qadariyah bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya. Mansuia sendiri pula melakukan atau
menjauhi perbuatan atau kemampuan dan dayanya sendiri. Salah seorang pemuka
Qadariyah yang lain, An-Nazzam, mengemukakan bahwa manusia hidup mempunyai daya
dan ia berkuasa atas segala perbuatannya.
Dari beberapa penjelasan di atas, dapat
di pahami bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya sendiri.
Manusia mempunyai kewenangan untuk melakun segala perbuatan atas kehendaknya
sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak mendapatkan
pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memproleh hukuman
atas kejahatan yang diperbuatnya.
Seseorang
diberi ganjaran baik dengan balasan surga kelak di akhirat dan diberi ganjaran
siksa dengan balasan neraka kelak di akhirat, itu berdasarkan pilihan
pribadinya sendiri, bukan dari Tuhan. Sungguh tidak pantas, manusia menerima
siksaan atau tindakan salah yang dilakukan bukan atas keinginan dan
kemampuannya sendiri.
Paham
takdir dalam pandang Qadariyah bukanlah dalam pengertian takdir yang umum di
pakai bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib manusia
telah di tentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatan-perbuatannya, manusia hanya
bertindak menurut nasib yang telah di tentukan sejak azali terhadap dirinya. Dalam
faham Qadariyah, takdir itu ketentuan Allah yang di ciptakan-Nya bagi alam
semesta beserta seluruh isinya, sejak azali, yaitu hukum yang dalam istilah
Al-Quran adalah sunatullah.
Dengan
pemahaman seperti ini, kaum Qadariyah berpendapat bahwa tidak ada alasan yang
tepat untuk menyadarkan segala perbuatan manusia kepada perbuatan Tuhan.
Doktrin-doktrin ini mempunyai tempat pijakan dalam doktrin Islam sendiri.
Banyak ayat Al-Qur’an yang mendukung pendapat ini, seperti contoh:
È@è%ur ,ysø9$# `ÏB óOä3În/§ (
`yJsù uä!$x© `ÏB÷sãù=sù ÆtBur uä!$x© öàÿõ3uù=sù 4
!$¯RÎ) $tRôtGôãr& tûüÏJÎ=»©à=Ï9
#·$tR xÞ%tnr&
öNÍkÍ5 $ygè%Ï#uß 4
bÎ)ur (#qèVÉótGó¡o (#qèO$tóã
&ä!$yJÎ/ È@ôgßJø9$%x. Èqô±o
onqã_âqø9$# 4
[ø©Î/ Ü>#u¤³9$# ôNuä!$yur
$¸)xÿs?öãB ÇËÒÈ
Dan
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir)
Biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim
itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek. (QS. Al-Kahfi: 29);
RANGKUMAN
Setelah menerima
ajakan damai dalam peristiwa Tahkim, pada saat itu juga orang-orang khawarij
keluar dari pasukan Ali dan langsung menuju harura. Itulah sebabnya khawarij
disebut juga dengan nama Hururiah. Kadang-kadang mereka disebut
dengan syurah dan Al-Mariqah. Sedangkan golongan sahabat yang enggan ikut
terlibat dalam silang-sengketa antara Khawarij dengan Imam Ali dan Muawiyah pun
membentuk kelompok sendiri yang dikenal dengan nama Murji’ah. Jabariyah
berpendapat manusia itu laksana wayang, segala takdirnya sudah ditentukan oleh
Yang Di Atas, hal tersebut dibantah oleh Qadariyah yang menyatakan bahwa
manusia bebas menentukan nasibnya sendiri.
Tes formatif
1.
Secara Etimologi Bahasa Arab Khawarij
( الخوارج
) adalah bentuk jama` dari ….
F.
Khoorij
G.
Khuruj
H.
Kharoja
I.
Khoruj
J.
Khurujan
2.
Khawarij secara bahasa bermakna
“keluar” untuk ….
b. Jihad di Jalan Allah
c. Berperang
d. Berdamai
e. Beribadah
f. Berdakwah
3. Buku Maqalat Islamiyyin adalah karangan ….
a. Abu Hasan al-Asy’ari
b. Abu Hasan al-Bashri
c. Abu Hasan al-Maturidi
d. Abu Hasan al-Hanafi
e. Abu Hasan al-Hambali
4. Kaum Khawarij menamakan diri mereka dengan sebutan yang maknanya:
kami telah membeli syurga dengannya. Nama tersebut ialah ….
a. al-Haruriyah
b. al-Mariqah
c. al-Syuaara
d. al-Ibadiyah
e. al-Insaniyah
5. Slogan yang paling terkenal dari Khawarij adalah ….
a. La hukma illa lillah
b. La hukma illa liRasulillah
c. La hukma illa liKhalifah
d. La hukma illa liulil Amri
e. La hukma illa liQonuni
6. Nama Murji’ah diambil dari kata irja’ atau arja’a
yang bermakna ….
a. Pemaksaan
b. Penghukuman
c. Penundaan
d. Penghakiman
e. Penghukuman
7. Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja’ yang merupakan basis
doktrin Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan politik yang
diperlihatkan oleh cucu Imam Ali bin Abi Thalib, yaitu ….
a. Hasan bin Muhammad al-Hanafiah
b. Husein bin Ja’far
c. Ja’far al-Shodiq
d. Musa al-Adhim
e. Imam Mahdi
8. Ketika terjadi perseteruan antara Ali dan Mu’awiyah,
dilakukanlah tahkim (arbitrase) atas usulan ….
a. Amr bin Yazid
b. Amr bin Ash
c. Amr bin Mu’awiyah
d. Amr bin Amir
e. Amr bin Auf
9. Di bidang politik, ajaran irja dari Murji’ah diterapkan dengan
sikap politik netral atau non-blok, yang hamper selalu diekspresikan dengan
sikap ….
a. Reaksi
b. Turun ke jalan
c. Jihad fisabilillah
d. Diam
e. Menuntut keadilan
10. Dalam kepercayaan Syi’ah, mengikuti pendapat Ahlul Bait itu
wajib. Siapakah Ahlul Bait?
a. Keturunan Usman bin Affan
b. Keturunan Aisyah bin Abu Bakar
c. Keturunan Ummu Kulsum bin Umar
d. Keturunan Ali bin Abi Thalib
e. Keturunan Abu Bakar
Sekarang
cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada kunci
jawaban dalam halaman berikut, kemudian hitunglah dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
Rumus :
Jumlah
jawaban yang benar
10
Apabila setelah Anda
hitung, nilai yang Anda peroleh sama dengan atau lebih dari 80%, berarti Anda
telah menguasai materi tersebut. Selamat atas kepemahaman Anda! Anda bisa
melanjutkan kajian pada kegiatan belajar berikutnya dalam modul ini. Namun,
jika hasil yang anda peroleh belum mencapai angka standar 80%, maka disarankan Anda kaji kembali
kegiatan belajar ini, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.
JAWABAN
1.
a
2.
a
3.
a
4.
c
5.
a
6.
c
7.
a
8.
b
9.
d
10.
d
GLOSARIUM
Khawarij adalah Mereka
membelot dari pasukan Imam Ali bin Abi Talib dengan mengatakan, “mengapa
kalian berhukum pada manusia. Tidak ada hukum selain hukum yang ada di sisi
Allah.
Syi’ah adalah mereka yang
membela pasukan Imam Ali bin Abi Thalib dan menyatakan bahwa Imam Ali bin Abi
Thalib adalah khalifah yang syah setelah Nabi Muhammad wafat.
Murji’ah adalah kelompok yang
tak mau ikut-ikutan dalam pertikaian saudara antara Imam Ali bin Abi Thalib dan
Mu’awiyah juga Khawarij.
Kegiatan Belajar 2
ALIRAN
DAN DOKTRIN SYI’AH, MU’TAZILAH, ASY’ARIYAH DAN MATURIDIYAH
A. SYIAH
Syiah
lahir setelah gagalnya perundingan antara pihak pasukan khalifah Ali dengan
pihak pemberontak Muawiyah bin Abi Sufyan di Siffin, yang lazim disebut sebagai
peristiwa al-tahkim atau arbitrasi. Akibat kegagalan itu, sejumlah pasukan Ali
memberontak terhadap kepemimpinannya dan keluar dari pasukan Ali. Mereka ini
disebut golongan Khawarij (golongan yang keluar) dan sebagian besar orang yang
tetap setia kepada khalifah disebut syiatu Ali (pengikut Ali).
Pendirian
kalangan Syiah sendiri berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib adalah imam atau
khalifah yang seharusnya berkuasa setelah wafatnya Nabi Muhammad telah tumbuh
sejak Nabi Muhammad masih hidup, dalam arti bahwa Nabi Muhammad sendirilah yang
menetapkannya. Dengan demikian menurut Syiah, inti dari ajaran Syiah itu
sendiri telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Namun demikian, terlepas dari
semua pendapat tersebut, yang jelas adalah bahwa Syiah baru muncul ke permukaan
setelah dalam kemelut antara pasukan Ali dan Muawiyah terjadi pula kemelut
sesama pasukan Ali. Di antara pasukan Ali pun terjadi pula pertentangan antara
yang tetap setia kepada Ali dan yang membangkang.
1.
Aliran-aliran Syiah
Akibat
dari perbedaan tersebut muncullah berbagai sekte dalam Syiah. Sebagian di
antara sekte-sekte ini sebetulnya tidak dapat disebut sebagai sekte atau aliran
karena hanya merupakan pandangan seseorang atau sekelompok kecil saja. Para
penulis klasik berselisih tajam mengenai jumlah sekte dalam Syiah. Akan tetapi,
para ahli umumnya membagi sekte Syiah dalam empat golongan (sekte) besar, yaitu
Kaisaniyah, Zaidiah, Imamiyah, dan kaum ghulat.
- Golongan Kaisaniyah. Kaisaniyah adalah sekte syiah
yang mempercayai kepemimpinan Muhammad bin Hanafiyah setelah wafatnya Husein
bin Ali. Nama Kaisaniyah diambil dari nama seorang bekas budak Ali bin Abi
Thalib, Kaisan, atau dari nama Mukhtar bin Abi Ubaid yang juga dipanggil dengan
nama Kaisan.
- Golongan Zaidiah.
Dinamakan Zaidiah di nisbatkan kepada nama Zaid bin Zainul Abidin bin
Al-Hassain bin Ali. Zaidiah adalah sekte dalam Syiah yang mempercayai
kepemimpinan Zaid bin Ali bin Husein Zainal Abidin setelah kepemimpinan Husein
bin Ali.
- Golongan (sekte)
Imamiyah. Golongan ini juga dinamai dengan “itsna asyriyah” karena mengakui
imam yang keduabelas . Dinamakan dengan imamiyah karena mereka sangat
mementingkan soal imamah. Dan karena mereka berpendapat bahwa Imam adalah orang
yang sangat terpelihara dari salah. Syiah imamiyah adalah sebuah kelompok umat
Islam yang berkeyakinan, bahwa Ali lah yang berhak mewarisi khalifah, dan bukan
Abu Bakar, Umar, dan Usman r.a. mereka meyakini adanya 12 imam. Imam yang
terakhir kata mereka menghilang, masuk dalam goa di Samara. Adapun dua belas
imam yang mereka yakini itu adalah sebagai berikut:
1. Ali bin Abi thalib ra. Digelari dengan “Al-Murtdha”,
khalifah keempat khulafaurrasyidin, menantu Rasulullah SAW, terbunuh oleh
Abdurrahman bin Muljim di mesjid Kufah pada tanggal 17 Ramadhan tahun 49 H.
2. Hasan bin Ali ra. Digelari “Al-Mujtaba.”
3. Husein bin Ali ra, digelari “As-Syahid” (yang mati
syahid)
4. Ali zainal Abidin bin Husein, digelari Assajjad.
5. Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin digelari “Baqir”
6. Ja’far Shadiq bin Muhammad Baqir digelari
“Ash-Shadiq”
7. Musa Kadzim bin ja’far shadiq digelari “Kadzim”(yang
mampu menahan diri)
8. Ali Ridha bin Musa Kadzim digelari “Ridha”
9. Muhammad Jawwad bin Ali Ridha digelari “Taqi”(yang
bertaqwa)
10. Ali Hadi bin Muhammad Jawwad digelari “Naqiy”
11. Hasan Askari bin Ali Hadi digelari “Zaki”(yang suci)
12. Muhammad Mahdi bin Muhammad Al Askari yang digelari
“Imam Muntadhar”
- Golongan
(sekte) ghulat. Syiah ghaliyah atau ashabul ghulat, adalah golongan Syiah yang
ajaran-ajarannya telah melampaui batas. Mereka ada yang berpendapat bahwa
imam-imam mereka mempunyai unsur-unsur ketuhanan. Ada pula yang menyerupakan
tuhan dengan makhluknya.
2. Doktrin
Syiah
Dalam
Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin (pokok-pokok agama) dan furu'uddin
{masalah penerapan agama). Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:
-
Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
-
Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
- An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah pada
keberadaan para nabi sama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian
ialah:
- Al-Imamah, bahwa bagi Syi'ah berarti pemimpin
urusan agama dan dunia, yaitu seorang yang bisa menggantikan peran Nabi Muhammad
SAW sebagai pemelihara syariah Islam, mewujudkan kebaikan dan ketenteraman
umat. Al-hadits yang juga diriwayatkan Sunni: "Para imam setelahku ada dua
belas, semuanya dari Quraisy".
- Al-Ma’ad, bahwa Syi'ah mempercayai kehidupan
akhirat.
Paham
Syiah memiliki sejumlah doktrin penting yang terutama berkaitan dengan masalah
imamah yaitu:
- Ahlulbait (Ahl al-Bait). Secara
harfiah ahlulbait berarti keluarga atau kerabat dekat. Dalam sejarah
Islam, istilah itu secara khusus dimaksudkan kepada keluarga atau kerabat Nabi
Muhammad SAW dari keturunan Ali bin Abi Talib.
- Al-Bada'. Keyakinan bahwa Allah SWT
mampu mengubah suatu peraturan atau keputusan yang telah ditetapkan-Nya dengan
peraturan atau keputusan baru.
- 'Asyura. 'Asyura berasal dari
kata 'asyarah, yang berarti sepuluh. Maksudnya adalah hari kesepuluh
dalam bulan Muharam yang diperingati kaum Syiah sebagai hari berkabung umum
untuk memperingati wafatnya Imam Husein bin Ali dan keluarganya di tangan
pasukan Yazid bin Mu'awiyah bin Abu Sufyan pada tahun 61 H di Karbala, Irak.
- Imamah. Keyakinan bahwa setelah Nabi
Muhammad SAW wafat harus ada pemimpin-pemimpin Islam yang melanjutkan misi atau
risalah Nabi Muhammad SAW.
- 'Ishmah. Kepercayaan bahwa para imam
itu, termasuk Nabi Muhammad SAW, telah dijamin oleh Allah SWT dari segala
bentuk perbuatan salah atau lupa.
- Mahdawiyyah. Keyakinan akan
datangnya seorang juru selamat pada akhir zaman yang akan menyelamatkan
kehidupan manusia di muka bumi ini. Juru selamat itu disebut Imam Mahdi.
- Marja'iyyah atau Wilayah al-Faqih.
Wilayah al-faqih mempunyai arti kekuasaan atau kepemimpinan para fukaha.
- Raj'ah. Keyakinan akan dihidupkannya
kembali sejumlah hamba Allah SWT yang paling saleh dan sejumlah hamba Allah SWT
yang paling durhaka untuk membuktikan kebesaran dan kekuasaan Allah SWT di muka
bumi, bersamaan dengan munculnya Imam Mahdi.
- Taqiyah. Taqiyah adalah sikap
berhati-hati demi menjaga keselamatan jiwa karena khawatir akan bahaya yang
dapat menimpa dirinya.
- Tawassul. Tawassul adalah memohon
sesuatu kepada Allah SWT dengan menyebut pribadi atau kedudukan seorang nabi,
imam, atau bahkan seorang wali supaya doanya tersebut cepat dikabulkan Allah
SWT.
B. MU'TAZILIYAH
1. Sejarah Mu’tazilah
Pada tahun 100 H/718 M telah muncul
aliran baru dalam teologi islam yang disebut aliran Mu'tazilah yang dibidani
oleh Washil bin Atho' murid Hasan al-Bashri. Aliran Mu'tazilah muncul sebagai
reaksi atas pertentangan antara aliran Khawarij dan aliran Murji'ah berkenaan
soal orang mukmin yang berdosa besar. Menurut aliran Khawarij, mereka tidak
dapat dikatakan sebagai mukmin lagi, melainkan sudah menjadi kafir. Sementara
itu kaum Murji'ah tetap menganggap orang mukmin yang berdosa besar itu sebagai
mukmin, bukan kafir. Menghadapi dua pendapat yang kontroversial ini, Washil bin
Atho' yang ketika itu menjadi murid Hasan al Basri, seorang ulama terkenal di
Basrah, mendahului gurunya mengeluarkan pendapat bahwa orang mukmin yang
berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir. Tegasnya orang itu bukan
mukmin dan bukan pula kafir, tetapi di antara keduanya (manzilah bainal
manzilatain). Oleh karena diakhirat nanti tidak ada tempat diantara surga
dan neraka, maka orang itu dimasukkan kedalam neraka, tetapi siksaan yang
diperolehnya lebih ringan daripada siksaan orang kafir. Demikianlah pendapat
Washil bin Atho', yang kemudian menjadi salah satu doktrin Mu'tazilah, yakni
Al-manzilah baina al-manzilataini (posisi diatara dua posisi).
2. Doktrin Mu’tazilah
Lima
dasar pemikiran mu’tazilah adalah sebagai berikut:
-
Al-Tauhîd (keesaan). Mu’tazilah meyakini bahwa Allah disucikan dari
perumpamaan (tasybih) dan permisalan (tanzih), tiada yang
walaupun missal, semisal dengan Tuhan (laisa kamitslihi syai-un) dan
tidak ada yang mampu menentang kekuasaan-Nya serta tidak berlaku pada-Nya apa
yang berlaku pada manusia.
- Al’adl (keadilan Allah). Maksud Mu’tazilah
dengan keadilan Allah adalah bahwa Allah tidak menciptakan perbuatan
hamba-hamba-Nya dan tidak menyukai kerusakan.
- Al-wa’d wa al-wa’îd (janji dan
ancaman Allah). Allah akan memberi pahala atas kebaikan yang diperbuat manusia
dan memberi balasan atas kejelekan yang dilakukannya, dan secara mutlak tidak
akan mengampuni pendosa besar jika tidak bertobat.
- Al-manzilah baina al manzilataini (tempat
di antara dua tempat). Maksud Mu’tazilah adalah bahwa pendosa besar berada di
antara dua kedudukan, ia tidak berada dalam kedudukan mu’min tidak juga kafir,
tetapi fasik.
- Al-amru bi al-ma’rûf wa al-nahyu ‘an
al-munkar (melakukan kebaikan dan melarang keburukan).
Dari
pemaparan tentang pemikiran Mu’tazilah di atas, terlihat bahwa akal mempunyai
kedudukan yang tinggi dalam pemikiran Mu’tazilah. Oleh karena itu, terkenallah
bahwa mu’tazilah adalah pengusung ilmu kalam yang bercorak rasionalitas.
3. Tokoh Mu’taziliyah
Tokoh-tokoh
Mu’taziliyah yang terkenal ialah :
a. Wasil bin
Atha', lahir di Madinah, pelopor ajaran ini.
b. Abu Huzail al-Allaf
(751-849 M), penyusun 5 ajaran pokoq Mu’taziliyah.
c. Al-Nazzam,
murid Abu Huzail al-Allaf.
d. Abu ‘Ali
Muhammad bin ‘Abdul Wahab/al-Jubba’i (849-915 M).
Mu’tazilah
sebagai aliran dalam Islam pun terpecah menjadi beberapa kelompok di antara
mereka. Beberapa pecahan mu’tazilah berdasarkan klasifikasi keyakinan dan
amalan mereka adalah;
-
Al-Majusi,
-
Al-Tsanawiyah,
-
Al-Wa’idiyyah,
-
Al-Muathilah,
-
Al-Qadariyyah,
-
Al-Haraqiyyah,
-
Al-Munfiyyah,
-
Al-Lafdziyah,
-
Al-Quburiyyah.
Pecahan
mu’tazilah berdasarkan klasifikasi tokoh adalah;
-
Al-Washiliyyah,
-
Al-Huzailliyyah,
-
Al-Nazhzamiyyah,
-
Al-Khabitiyyah
-
Al-Haditsiyah,
-
Al-Bisyariyyah,
-
Al-Mu’amariyyah,
-
Al-Mardariiyah,
-
Al-Tsumamah,
-
Al-Hisyamiyah,
-
Al-Jazizhiyah,
-
Al-Khayyathiyyah
-
Al-Ka’biyyah,
-
Al-Jiba’iyyah
-
Al-Basyaniyyah.
Meski
kini Mu’taziliyah tiada lagi, namun pemikiran rasionalnya sering digali
cendekiawan muslim dan nonmuslim. Bahkan, di dunia Islam kini, pemikiran
Mu’tazilah kembali hidup dan banyak diyakini, terutama oleh penduduk perkotaan.
C. ASY’ARIYAH
1. Sejarah Asy’ariyah
Al Asy’ari
adalah nama sebuah kabilah Arab terkemuka di Bashrah, Irak. Dari kabilah ini
muncul beberapa orang tokoh terkemuka yang turut mempengaruhi dan mewarnai
sejarah peradaban umat Islam. Di antaranya adalah Abu Musa Asy’ari, salah
seorang shahabat yang terkenal shaleh dan mendalam keilmuannya. Sedangkan tokoh
lainnya adalah Abu al-Hasan Ali bin Ismail bin Ishak bin Salim bin Ismail bin
Abdullah bin Musa bin Bilal bin Abi Bardah al Asy’ari, tokoh yang kemudian
dinisbahkan sebagai ulama ‘pendiri’ paham Asy’ariyah. Nama
asli Imam Asy'ari adalah Ali Ibn Ismail, keluarga Abu Musa al-Asy'ari.
Panggilan akrabnya Abu al-Hasan.
Dia dilahirkan di Bashrah pada
260 H./875 M, saat wafatnya filsuf Arab muslim al-Kindi. Ia wafat di Baghdad
pada tahun 324 H./935 M.
2. Doktrin Asy’ariyah
a. Tuhan dan
Sifat-Sifat-Nya
Abul Hasan Al-Asy’ari dihadapkan
pada dua pandangan ekstrim. Di satu sisi ia berhadapan dengan kelompok mujassimah
dan musyabbihah yang berpendapat bahwa Allah mempunyai semua sifat yang
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits, dan sifat-sifat itu harus dipahami
menurut arti harfiahnya. Di lain sisi, beliau berhadapan dengan Mu’tazilah yang
menolak konsep bahwa Allah mempunyai sifat, dan berpendapat bahwa mendengar,
kuasa, mengetahui, dan sebagainya bukanlah sifat, tetapi Substansi-Nya,
sehingga sifat-sifat yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Hadits itu harus
dijelaskan secara alegoris.
Menghadapi dua kelompok tersebut,
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat-sifat itu yang berbeda
dengan pendapat kaum Mu’tazilah, namun tidak boleh diartikan secara harfiah
melainkan secara ta’wil (berbeda dengan mujassimah dan musyabbihah).
Selanjutnya, Al-Asy’ari berpendapat bahwa sifat-sifat Allah itu unik, sehingga
tidak dapat dibandingkan dengan sifat-sifat manusia yang tampaknya mirip.
b. Akal dan
Wahyu
Walaupun Al-Asy’ari dan Mu’tazilah
mengakui pentingnya akal dan wahyu, mereka berbeda dalam menghadapi persoalan
yang memperoleh penjelasan kontradiktif dari aqal dan wahyu. Al-Asy’ari
mengutamakan wahyu, sementara Mu’tazilah mengutamakan aqal.
Dalam menentukan baik dan buruk pun
terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Al-Asy’ari berpendapat bahwa baik
dan buruk harus berdasarkan pada wahyu, sedangkan Mu’tazilah mendasarkannya
pada aqal.
c. Keadilan
Pada dasarnya Al-Asy’ari dan
Mu’tazilah setuju bahwa Allah itu adil. Namun Al-Asy’ari tidak setuju bahwa
Allah harus berbuat adil, sehingga Dia harus menyiksa orang yang salah dan memberi
pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya, Allah tidak memiliki
keharusan apapun terhadap makhluq, karena Dia adalah Penguasa Muthlaq.
d. Kedudukan
Orang Berdosa
Al-Asy’ari menolak ajaran posisi
menengah yang dianut Mu’tazilah. Iman merupakan lawan kufr, predikat bagi
seseorang haruslah salah satu dari keduanya. Jika tidak mu`min, maka ia kafir.
Mu`min yang berbuat dosa besar adalah mu`min yang fasiq, sebab iman tidak
mungkin hilang karena dosa, kecuali oleh kafir haqiqi.
3. Tokoh Asy’ariyah
Secara kenyataa,
nmazhab aqidah Asy`ariyah merupakan mazhab yang paling banyak dipeluk umat
Islam secara tradisional dan turun temurun di dunia Islam. Di dalamnya terdapat
banyak ulama, fuqoha, imam dan sebagainya. Meski bila masing-masing imam itu
dikonfrontir satu persatu dengan detail pemikiran asy`ari, belum tentu semuanya
sepakat 100 %. Bahkan sejarah mencatat bahwa hampir semua imam besar dan fuqoha
dalam Islam adalah pemeluk mazhab aqidah al-As-`ari. Antara lain Al-Baqillani,
Imam Haramain Al-Juwaini, Al-Ghazali, Al-Fakhrurrazi, Al-Baidhawi, Al-Amidi,
Asy-Syahrastani, Al-Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnud Daqiq Al-`Id, Ibu
Sayyidinnas, Al-Balqini, al-`Iraqi, An-Nawawi, Ar-Rafi`I, Ibnu Hajar
Al-`Asqallani, As-Suyuti. Sedangkan dari wilayah barat khilafat Islamiyah ada
Ath-Tharthusi, Al-Maziri, Al-Baji, Ibnu Rusyd (aljad), Ibnul Arabi,
Al-Qadhi `Iyyadh, Al-Qurthubi dan Asy-Syatibi. Universitas Islam terkemuka di
dunia dan legendaris menganut paham Al-Asy`ariah dan Maturidiyah seperti
Al-Azhar di Mesir, Az-Zaitun di Tunis, Al-Qayruwan di Marokko, Deoban di India.
Dan masih banyak lagi universitas dan madrasah yang menganutnya. Para ulama
pengikut mazhab Al-Hanafiyah adalah secara teologis umumnya adalah penganut
paham Al-Maturidiyah. Sedangkan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi`iyyah secara
teoligs umumnya adalah penganut paham Al-Asy`ariyah.
D. AL-MATURIDIYAH
1. Sejarah
al-Maturidiyah
Maturidiyah adalah aliran kalam yang dinisbatkan kepada
Abu Mansur al-Maturidi yang berpijak kepada penggunaan argumentasi dan dalil aqli kalami dalam membantah
penyelisihnya seperti Mu’tazilah, Jahmiyah dan lain-lain untuk menetapkan
hakikat agama dan akidah Islamiyyah. Berdirinya aliran ini kembali kepada Abu
Mansur al-Maturidi, dia adalah Muhammad bin Muhammad bin Mahmud al-Maturidi
al-Samarqandi. Maturidi adalah nisbat kepada Maturid, sebuah tempat di
Samarkand, di daerah inilah Abu Mansur lahir, tahun kelahirannya samar, tidak
diketahui dengan pasti. Ahli sejarah yang menyebutkan biografinya tidak menjelaskan
kehidupannya, bagaimana dia tumbuh dan dari siapa ia belajar, yang diketahui
dari guru-gurunya adalah Nashir atau Nushair bin Yahya al-Balakhi, dari syekh
ini Abu Mansur belajar fikih madzhab Hanafi dan ilmu kalam. Abu Mansur wafat di
Samarkand pada tahun 333 H dan dimakamkan di sana.
2. Tokoh-tokoh Al-Maturidiyah
Setelah Abu Mansur wafat, pemikiran-pemikirannya diwarisi
dan diperjuangkan oleh murid-muridnya dan orang-orang yang terpengaruh oleh
pemikirannya, di tangan mereka ini Maturidiyah membentuk diri sabagai aliran
kalamiyah yang muncul pertama kali di Samarkand. Murid-murid Abu Mansur mulai
menyebarkan pemikiran-pemikiran syaikh dan imam mereka, mereka menulis
buku-buku demi itu, hasilnya pemikiran-pemikiran Maturidiyah laku di negeri
tersebut, hal ini karena mereka terbantu oleh kesamaan dalam madzhab fikih
yaitu madzhab Hanafi.
Salah satu murid Abu Mansur adalah Abul Qasim Ishaq bin
Muhammad bin Ismail al-Hakim al-Samarqandi, wafat tahun 342 H, dia dikenal
dengan al-Hakim karena hikmahnya yang banyak dan nasihat-nasihatnya. Ada
seorang murid lagi yaitu Abu Muhammad Abdul Karim bin Musa bin Isa al-Bazdawi,
wafat tahun 390 H, selanjutnya orang ini memiliki seorang cucu yang menjadi
salah satu pembawa pemikiran-pemikiran Maturidiyah, dia adalah Abul Yasar
al-Bazdawi Muhammad bin Muhammad bin al-Husain bin Abdul Karim yang berjuluk
al-Qadhi ash-Shadr, Syaikh madzhab Hanafi di Bazdawah pada masanya.
Abul Yasar ini belajar dari bapaknya yang belajar dari
kakeknya Abdul Karim salah seorang murid Abu Mansur, di samping dia membaca
kitab-kitab ahli filsafat seperti al-Kindi dan lainnya, dia juga mempelajari
buku-buku Mu’tazilah seperti al-Jubba’i, an-Nazham dan lain-lain. Dia juga
mempelajari buku-buku Abu Musa al-Asy’ari dan buku-buku Abu Mansur seperti at-Ta’wilat dan at-Tauhid. Untuk buku yang terakhir ini dia memandang pembahasannya
bertele-tele dan menyulitkan serta penyusunannya yang tidak sistematis oleh
karena itu dia mengulang penyusunan dan pemaparannya agar lebih muda untuk
dikaji, hal ini dia tuangkan dalam bukunya Ushuluddin
dengan beberapa penambahan darinya. Abul Yasar wafat di Bukhara tahun 493 H
dengan meninggalkan banyak murid, salah satunya adalah Najmuddin Umar bin
Muhammad an-Nasafi, peletak sebuah buku dalam akidah yang terkenal dengan al-Aqidah an-Nasafiyah.
Najmuddin Umar an-Nasafi, bisa dikatakan, dia adalah
pelopor Maturidiyah dalam bidang karya tulis karena dia banyak menuangkan
dasar-dasar akidah Maturidiyah dalam buku-bukunya yang berjumlah besar, dia
adalah Abu Hafsh Najmuddin Umar bin Muhammad bin Ahmad bin Ismail al-Hanafi
an-Nasafi, nisbat kepada Nasaf, sebuah kota di antara Jaihun dan Samarkand.
Najmuddin adalah julukannya.
Najmuddin Umar an-Nasafi lahir di Nasaf pada tahun 462 H,
dia terkenal dengan syaikh-syaikhnya yang berjumlah besar mencapai lima ratus
orang, di antara mereka adalah Abul Yasar al-Bazdawi dan Abdullah bin Ali bin
Isa an-Nasafi, sebagaimana dia memiliki murid dalam jumlah besar pula, tidak
hanya itu dia juga memiliki karya tulis juga dalam jumlah besar yang menjadi
buku induk dalam menetapkan pemikiran-pemikiran Maturidiyah. Di antara
buku-bukunya adalah Majma’ al-Ulum, at-Taisir fi Tafsir al-Qur`an,
an-Najah fi Syarh Kitab Akhbar ash-Shihah, buku ini adalah syarah dari
shahih al-Bukhari, dan sebuah buku dalam akidah yaitu al-Aqidah an-Nasafiyah, buku ini adalah ringkasan dari buku at-Tabshirah karya Abu Muin an-Nasafi,
buku ini adalah salah satu buku terpenting dalam akidah Maturidiyah. Najmuddin
Umar an-Nasafi wafat di Samarkand pada malam Kamis, 12 Jumadil Ula 537 H.
Setelah masa Najmuddin Umar an-Nasafi, Maturidiyah
mengalami kemajuan dan perkembangan yang berarti, hal ini karena mereka mampu
meraih simpati para Sultan Daulah Utsmaniyah yang berpusat di Turki, dan
akhirnya para sultan tersebut menjadi pendukung Maturidiyah sehingga pengaruh
Maturidiyah menyebar ke negeri-negeri yang dijangkau oleh kekuasaan Daulah
Utsmaniyah. Di masa ini muncul al-Kamal bin al-Hammam penulis al-Muyasarah fi al-Aqa’id al-Munjiyah fi
al-Akhirah yang pada saat ini masih dijadikan sebagai buku wajib di
sebagian universitas.
Di masa kini pemikiran Maturidiyah banyak dianut di
beberapa negeri kaum muslimin khususnya di Turki, Afghanistan dan sekitarnya,
Pakistan dan India. Di dua negara yang terakhir ini ada beberapa madrasah yang mengusung
pemikiran-pemikiran Maturidiyah, salah satunya adalah madrasah Kautsariyah yang dinisbatkan kepada syaikh Muhammad Zahid
al-Kautsari al-Jarkasi al-Hanafi al-Maturidi, wafat tahun 1371 H.
3. Doktrin Al-Maturidi
a. Akal dan
Wahyu.
Dalam pemikiran kalamnya,
al-Maturidi mendasarkan pada al-Qur’an dan akal. Da;lam hal ini ia sama dengan
Imam Asy’ari. Namun, porsi yang diberikan al-Maturidi kepada akal lebih besar
dari pada yang diberikan oleh al-Asy’ari. Menurut al-Maturidi, mengetahui Tuhan
dan kewajiban mengetahui Tuhan dapat diketahui dengan akal. Namun akal tidak
mampu mengetahui kewajiban-kewajiban lainnya.
Dalam masalah baik dan buruk,
Al-Maturidi berpendapat bahwa penentu baik dan buruknya sesuatu itu terletak
pada sesuatu itu sendiri, sedangkan perintah atau larangan syari’ah hanyalah
mengikuti ketentuan akal mengenai baik dan buruknya sesuatu itu. Ia mengakui
bahwa akal tidak akan selalu mampu membedakan antara yang baik dan buruk, namun
terkadang pula mampu mengetahui sebagian baik dan buruknya sesuatu. Dalam
kondisi demikian, wahyu diperlukan untuk dijadikan sebagai pembimbing.
Tentang mengetahui kebaikan atau
keburukan sesuatu dengan akal, al-Maturidi sependapat dengan Mu’tazilah. Hanya
saja bila Mu’tazilah mengatakan bahwa perintah melakukan yang baik dan
meninggalkan yang buruk itu didasarkan pada pengetahuan akal, al-Maturidi
mengatakan bahwa kewajiban tersebut harus diterima dari ketentuan ajaran wahyu
saja. Dalam persoalan ini, al-Maturidi berbeda dengan al-Asy’ari. Menurut
al-Asy’ari, baik dan buruk itu tidak terdapat pada sesuatu itu sendiri. Sesuatu
itu dipandang baik karena perintah syara dan dipandang buruk karena larangan
syara. Pada posisi ini al-Maturidi berada diposisi tengah-tengah antara
Mu’tazilah dan al-Asy’ariyah.
b. Perbuatan
Manusia
Dalam hal ini, al-Maturidi
mempertemukan antara ikhtiar sebagai perbuatan manusia dan qudrat Tuhan
sebagai pencipta perbuatan manusia. Tuhan menciptakan daya (kasb) dalam
diri manusia dan manusia bebas memakainya sesuai dengan masyiah (kehendak)
dan ridha (kerelaan). Kebebasan manusia dalam melakukan perbuatan baik
atau buruk tetap berada dalam kehendak tuhan, tetapi ia dapat memilih yang
diridhai-Nya atau yang tidak diridhai-Nya. Manusia berbuat baik atas kehendak
dan kerelaan Tuhan dan berbuat buruk juga atas kehendak Tuhan tetapi tidak atas
kerelaan-Nya. Dengan demikian, manusia dalam paham al-Maturidi tidak sebebas
manusia dalam paham Mu’tazilah.
c. Sifat Tuhan
Al-Maturidi
berpendapat bahwa sifat itu tidak dikatakan sebagai essensi-Nya dan bukan pula
lain dari essensi-Nya. Sifat-sifat Tuhan itu mulzamah (ada bersama) zat
tanpa terpisah. Menetapkan sifat bagi Allah tidak harus membawa pada pengertian
anthropomorphisme karena sifat tidak berwujud tersendiri dari zat, sehingga berbilangnya
sifat tidak akan membawa kepada berbilangnya yang qadim (ta’addud al-qudama).
Pemikiran Asy`ariyah dan Maturidiyah memiliki pemahaman yang relatif sama.
Bahwa Tuhan itu memiliki sifat-sifat tertentu. Tuhan Mengetahui dengan sifat
Ilmu-Nya, bukan dengan zat-Nya. Begitu juga Tuhan itu berkuasa dengan sifat
Qudrah-Nya, bukan dengan zat-Nya.
d. Melihat
Tuhan
Al-Maturidi mengatakan bahwa
manusia dapat melihat Tuhan. Hal ini diberitakan oleh al-Qur’an antara lain
firman Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 22 dan 23:
×nqã_ãr
7Í´tBöqt
îouÅÑ$¯R ÇËËÈ 4n<Î) $pkÍh5u ×otÏß$tR ÇËÌÈ
Wajah-wajah
(orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka
Melihat. (QS.
Al-Qiyamah: 22-23).
Al-Maturidi
lebih lanjut mengatakan bahwa Tuhan kelak di akhirat dapat dilihat dengan mata
jasmani, karena Tuhan mempunyai wujud walaupun Ia immaterial. Namun melihat
Tuhan kelak di akhirat tidak dalam bentuknya (bila kaifa), karena
keadaan di akhirat tidak sama dengan keadaan di dunia.
e. Kewajiban
Tuhan
Pandangan Asy`ariyah berbeda dengan pandangan Maturidiyah.
Maturidiyah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban tertentu.
Pendapat Maturidiyah ini sejalan dengan pendapat Mu`tazilah. Asy’ariyah
berpendapat Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa, karena Tuhan adalah Sang
Khalik (Maha Pencipta).
f. Pelaku
Dosa Besar
Pandangan Asy`ariyah dan pandangan Maturidiyah sama-sama
mengatakan bahwa seorang mukmin yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir
dan tidak gugur ke-Islamannya. Sedangkan Mu`tazilah mengatakan bahwa orang itu
berada pada tempat di antara dua tempat “Manzilatun baina manzilatain”, ia
tidak bisa dikatakan kafir, juga tidak bisa dikatakan muslim, karena ia adalah
fasiq.
Tentang Janji Tuhan. Pandangan Asy`ariyah dan
pandangan Maturidiyah sepakat bahwa Tuhan akan melaksanakan janji-Nya. Seperti
memberikan pahala kepada yang berbuat baik dan memberi siksa kepada yang
berbuat jahat.
RANGKUMAN
Aliran-aliran
dalam ilmu kalam, dalam garis besarnya adalah Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan
Maturidiyah. Pada tahun 100 H/718 M telah muncul aliran baru dalam teologi
islam yang disebut aliran Mu'tazilah yang dibidani oleh Washil bin Atho' murid
Hasan al-Bashri. Ciri utama yang membedakan aliran ini dari aliran teologi
Islam lainnya adalah pandangan-pandangan
teologisnya lebih banyak ditunjang oleh dalil-dalil aqliyah dan lebih bersifat
filosofis, sehingga sering disebut aliran rasionalis Islam. Namun aliran
mu’tazilah mendapat kritikan yang tajam dari paham yang timbul kemudian, yaitu
Asy’ariyah dan Maturidiyah.
TES
FORMATIF
1. Perang Siffin yang terjadi pada masa
kekhalifahan Imam Ali bin abi Thalib terjadi pada tahun ….
a.
646 M
b.
647 M
c.
648 M
d.
649 M
e.
650 M
2. Ketika kaum Khawarij berkumpul di daerah
Harura, mereka mengangkat seorang pemimpin, yaitu ….
a.
Abdullah bin Mas’ud
b.
Abdullah bin Umar
c.
Abdullah bin Abu Bakar
d.
Abdullah bin Shahab al-Rasyibi
e.
Abdullah bin zaid
3. Nama Murji’ah
diambil dari kata irja’ atau arja’a yang bermakna ….
a.
Keluar
b.
Mengikuti
c.
Penundaan
d.
Pasrah
e.
Berusaha
4. Tokoh Murji’ah
yang diduga berasal dari keturunan Nabi Muhammad SAW adalah ….
a.
Imam Husein bin Ali
b.
Imam Hasan bin Ali
c.
Imam Musa bin Muhammad
d.
Imam Hasan bin Muhammad
e.
Imam Hambali bin Sufyan
5. Menurut kaum
Syi’ah, khalifah yang sah setelah Rasul wafat adalah ….
a.
Abu Bakar
b.
Umar bin Khattab
c.
Usman bin Affan
d.
Ali bin Abi Thalib
e.
Umar bin Abdul Aziz
6. Menyembunyikan keimanan selama masa
pemerintahan yang dzalim sah menurut kaum Syi’ah. Menyembunyikan keimanan itu
disebut ….
a.
Takjiyah
b.
Taqiyah
c.
Taqwa
d.
Tarjiyah
e.
Tafhiyah
7. Gelar yang diberikan oleh pengikut Syi’ah
pada Imam Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin adalah ….
a.
Al-Mujtaba
b.
Al-Syahid
c.
Al-Sajjad
d.
Baqir
e.
Al-Shadiq
8. Pasrah
terhadap takdir Tuhan merupakan doktrin utama dari kaum ….
a.
Mu’tazilah
b.
Qadariyah
c.
Maturidiyah
d.
Syi’ah
e.
Jabariyah
9. Ciri utama
dari kaum Mu’tazilah adalah ….
a.
Penggunaan Dalil al-Qur’an
b.
Penggunaan dalil al-Hadis
c.
Penggunaan rasio manusia
d.
Penggunaan hujjah Ahlul Bait
e.
Penggunaan Penundaan keputusan di akhirat
10. Teori
perbuatan manusia yang terkenal dari Imam Asy’ari adalah ….
a.
Ikhtiyar
b.
Kasb
c.
Pasrah
d.
Irja’
e.
Tawakkal
ISIAN
1. Sebutkan
tokoh-tokoh yang mengembangkan paham Khawarij?
2. Jelaskan
doktrin-doktrin dari aliran Mu’tazilah?
3. Jelaskan
pendapat Imam Asy’ari tentang perbuatan manusia?
4. Mengapa kaum
Murji’ah selalu lebih memilih diam terhadap pertikaian dan perdebatan yang
terjadi pada sesame muslim?
5. Sebutkan
beberapa hikmah dari beraneka ragam adanya aliran dalam ilmu kalam?
Sekarang
cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada kunci
jawaban dalam halaman berikut, kemudian hitunglah dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
Rumus :
Jumlah
jawaban yang benar
10
Apabila setelah Anda
hitung, nilai yang Anda peroleh sama dengan atau lebih dari 80%, berarti Anda
telah menguasai materi tersebut. Selamat atas kepemahaman Anda! Anda bisa
melanjutkan kajian pada kegiatan belajar berikutnya dalam modul ini. Namun,
jika hasil yang anda peroleh belum mencapai angka standar 80%, maka disarankan Anda kaji kembali
kegiatan belajar ini, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.
JAWABAN
1.
c
2.
d
3.
c
4.
d
5.
d
6.
b
7.
d
8.
e
9.
c
10.
b
GLOSARIUM
Mu’tazilah
adalah adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang berfaham bahwa akal
manusia dapat menemukan kebenaran, walaupun wahyu tidak turun.
Asy’ariyah adalah
suatu golongan atau aliran atau kelompok yang mengikuti pendapat Imam Asy’ari yang
berfaham bahwa semua perbuatan manusia atas kasb-nya, yang memperoleh daya dari
Allah SWT.
Maturidiyah
adalah suatu golongan atau aliran atau kelompok yang mengikuti pendapat
Imam Maturidi berfaham bahwa semua perbuatan manusia atas kasb-nya, yang
memperoleh daya dari Allah SWT