#Attribution1 { height:0px; visibility:hidden; display:none }

Friday, June 1, 2012

PLPG IAIN RADEN INTAN 2012 : MODUL 1 SEJARAN MUNCULNYA ALIRAN ILMU KALAM


MODUL 1


SEJARAH MUNCULNYA ALIRAN ILMU KALAM


Pendahuluan
 
 
PENDAHULUAN

      Sebelum Anda mempelajari tentang isi modul kurikulum akidah-akhlak ini, sebagai pembahasan awal, kita pelajari terlebih dahulu sejarah munculnya aliran ilmu kalam. Penjabaran penguraian tentang sejarah munculnya aliran ilmu kalam memegang peranan yang sangat penting bagi kita. Hal ini dikarenakan sejarah munculnya aliran ilmu kalam meliputi pembahasan akidah pada masa Nabi Muhammad SAW, akidah pada masa sahabat, dan pengertian ilmu kalam yang dengan mempelajarinya akan menjadi runut dan tertib sehingga menjadi efektif dan efisien dalam mempelajari materi ilmu akidah-akhlak. Setelah penguasaan materi sejarah munculnya aliran ilmu kalam dari mula pertama kali, baru seorang calon dan tenaga pendidik akan dapat dengan mudah untuk menguasai tentang pembahasan-pembahasan lainnya tentang materi akidah-akhlak. Pembahasan-pembahasan lain dalam materi akidah-akhlak merupakan penjabaran atas dasar-dasar sejarah munculnya aliran kalam untuk mendukung suatu pembelajaran yang efektif-efisien dan tepat guna juga berwawasan integral.
            Modul pertama ini terdiri atas dua Kegiatan Belajar. Pada Kegiatan Belajar 1 akan diuraikan tentang akidah pada masa Nabi Muhammad, akidah pada masa sahabat, dan faktor kemunculan aliran kalam. Dan pada Kegiatan Belajar 2 akan membahas tentang perihal ilmu kalam.
            Dari Modul 1 ini diharapkan Anda dapat memahami dan menguasai tentang sejarah dan ruang lingkup ilmu kalam. Lebih spesifik lagi setelah mempelajari Modul 1, Anda telah mengerti tentang hal-hal berikut:
  1. Menjelaskan Akidah pada masa Nabi Muhammad SAW
  2. Menjelaskan akidah pada masa sahabat Nabi
  3. Menjelaskan factor-faktor timbulnya aliran-aliran ilmu kalam
  4. Menjelaskan pengertian ilmu kalam
  5. Menjelaskan ruang lingkup ilmu kalam
  6. Menjelaskan fungsi ilmu kalam
  7. menjelaskan hubungan ilmu kalam dengan ilmu-ilmu lain.
            Mengingat sangat urgennya pembahasan ini dalam mengkaji modul-modul berikutnya, perhatikanlah saran-saran yang mempermudah Anda dalam mempelajari modul ini.
1.      Ketika mempelajari modul ini, kaitkan dengan pengalaman dan pengamalan sehari-hari Anda dalam mengaplikasikan keimanan dan akhlak yang baik.
2.      Bacalah setiap kegiatan belajar dengan seksama, teliti dan cermat. Jangan segan untuk mengulangi sesuatu tema yang belum Anda kuasai sampai Anda benar-benar memahaminya.
3.      Buatlah kata-kata kunci tiap bab pembahasan dan pahamilah maknanya melalui pemahaman sendiri.
4.      Diskusikan dengan mahasiswa lain tentang tema yang dibahas.
5.      Untuk lebih memantapkan penguasaan Anda terhadap materi yang disajikan, cobalah Anda kerjakan latihan-latihan dan tes formatif yang terdapat pada setiap kegiatan belajar. Untuk melihat hasil penguasaan Anda terhadap materi, silahkan Anda lihat petunjuk atau rambu-rambu pengerjaan latihan dan kunci tes formatif yang terdapat pada akhir modul ini. Anda akan mengetahui sendiri seberapa tingkat penguasaan Anda terhadap materi modul yang telah Anda pelajari.

Bismillah, selamat jihad akbar melalui ibadah belajar!























Kegiatan Belajar 1


SEJARAH MUNCULNYA ALIRAN ILMU KALAM


A.    Pendahuluan
Secara harfiah, `aqidah artinya adalah sesuatu yang mengikat, atau terikat, tersimpul (bandingkan istilah `aqad nikah). Sedangkan secara istilah, `aqidah Islam adalah sistem kepercayaan dalam Islam. Mengapa disebut `aqidah, karena kepercayaan itu mengikat penganutnya dalam bersikap dan bertingkah laku. Orang yang kuat akidahnya (keyakinannya) terhadap keadilan Tuhan, maka keyakinan itu mengikatnya dalam bersikap terhadap suatu nilai (misalnya berkorban dalam perjuangan) dan selanjutnya mengikat perilakunya (misalnya tidak mau kompromi terhadap kezaliman). Sebaliknya orang yang tidak kuat keyakinannya kepada keadilan Tuhan (ikatannya longgar) ia mudah menyerah dalam berjuang dan bisa dinegosiasi untuk toleran terhadap penyimpangan, mudah terpancing untuk membalas dendam dengan cara yang menyimpang dari aturan..
            Sistem kepercayaan ini akhirnya berkembang menjadi ilmu, disebut ilmu Tauhid atau ilmu ushuluddin. Ilmu Tauhid berbicara tentang Rukun Iman yang enam (iman kepada Tuhan, malaikat, Rasul, Kitab Suci, Hari akhir dan takdir). Kajian filosofis dari ilmu Tauhid disebut Ilmu Kalam, disebut juga Theologi (ilmu yang berbicara tentang ketuhanan).
Pada bagian pendahuluan di modul ini Anda akan diajak untuk memahami tentang sejarah munculnya aliran ilmu kalam yang menjelaskan tentang bagaimana akidah pada masa Nabi Muhammad SAW., akidah pada masa sahabat Nabi, dan factor-faktor apa saja yang menyebabkan timbulnya aliran-aliran kalam. Semua masalah ini dapat Anda pelajari di bawah ini.
B.     Akidah Pada Masa Nabi Muhammad SAW
            Akidah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. tidak hanya untuk umat tertentu, suku tertentu, bangsa tertentu. Tetapi, untuk seluruh manusia yang hidup di muka bumi. Hal ini dijelaskan oleh Allah azza wajalla:
!$tBur y7»oYù=yör& žwÎ) Zp©ù!$Ÿ2 Ĩ$¨Y=Ïj9 #ZŽÏ±o0 #\ƒÉtRur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw šcqßJn=ôètƒ ÇËÑÈ
Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (QS. Saba/34: 28).
            Sebagai sebuah akidah yang diperuntukkan bagi seluruh umat manusia, maka akidah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Saat itu memiliki karakteristik kemanusiaan (insaniyah). Karakter insaniyah yang ditunjukkan oleh akidah ini adalah prinsip persamaan antar sesama manusia. Menurut pandangan Islam, manusia tidak dibedakan oleh warna kulit, suku, bahasa, dan atau perbedaan-perbedaan lainnya. Hal ini difirmankan oleh Allah swt.
$pkšr'¯»tƒ â¨$¨Z9$# $¯RÎ) /ä3»oYø)n=yz `ÏiB 9x.sŒ 4Ós\Ré&ur öNä3»oYù=yèy_ur $\/qãèä© Ÿ@ͬ!$t7s%ur (#þqèùu$yètGÏ9 4 ¨bÎ) ö/ä3tBtò2r& yYÏã «!$# öNä39s)ø?r& 4 ¨bÎ) ©!$# îLìÎ=tã ׎Î7yz ÇÊÌÈ
“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat/49: 13)
            Bentuk nyata dari prinsip persamaan ini adalah Islam sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad saat itu, mengikis habis diskriminasi ras (rasialisme) dalam kehidupan. Tidak ditemukan bangsa kulit putih lebih unggul ketimbang kulit hitam sehingga bangsa kulit putih harus menjadi tuan bagi bangsa kulit hitam, dan bangsa kulit hitam menjadi budaknya. Islam pun mengikis habis diskriminasi keturunan (kasta-kasta) dalam kehidupan. Tidak ada kasta atas atau kasta bawah. Tidak ada keturunan berdarah biru (ningrat) atau jelata. Islam pun mengikis habis pembedaan berdasarkan status ekonomi, pangkat, profesi, dan atau hal-hal lain yang melekat pada diri seseorang.
            Bilal bin Rabbah tadinya adalah seorang budak yang berkulit hitam legam, merupakan perawakan orang Habasyah (Etiopia), kemudian menjadi orang yang mendapatkan posisi berarti di hadapan Allah yang sampai-sampai terompahnya sudah terdengar di surga di saat Bilal masih mengembara di dunia.
            Selain tumbuh prinsip persamaan, ketika Nabi masih hidup, juga tumbuh pula prinsip persaudaraan dalam akidah Islam. Persaudaraan antara sesama manusia, apa pun suku, bangsa, kedudukan sosial, strata ekonomi yang diikat oleh tali akidah. Tentang ini Allah swt. berfirman,
$yJ¯RÎ) tbqãZÏB÷sßJø9$# ×ouq÷zÎ) (#qßsÎ=ô¹r'sù tû÷üt/ ö/ä3÷ƒuqyzr& 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# ÷/ä3ª=yès9 tbqçHxqöè? ÇÊÉÈ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu, dan takutlah terhadap Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat/49: 10)
            Al-muslimu akhul muslim. Orang muslim yang satu merupakan saudara dari muslim yang lain. Prinsip persaudaraan yang seperti inilah yang menjadi penyebab tidak sedikit orang kafir memeluk Islam. Persaudaraan yang seperti ini yang membuat iri para malaikat. Persaudaraan yang membuat kuat setelah kelemahan. Persaudaraan yang membuat potret masyarakat Islam berbeda dan khas.
            Nabi Muhammad saw. diturunkan sebagai rahmat untuk seluruh alam, sebagaimana firman Allah swt,
!$tBur š»oYù=yör& žwÎ) ZptHôqy šúüÏJn=»yèù=Ïj9 ÇÊÉÐÈ
“Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya/21: 107).
Sehingga akidahnya adalah akidah yang membawa rahmat bagi seru sekalian alam. Sebagai sebuah akidah rahmat, maka Islam pada masa Nabi Muhammad memiliki karakter wasathiyah (pertengahan) atau yang lebih dikenal tawazun (seimbang). Wasathiyah atau tawazun itu adalah karakter Islam yang pertengahan dan seimbang antara dua kutub yang berlawanan dan bertentangan. Masing-masing kutub tidak berpengaruh sendirian sementara kutub lawannya dibuang, dan yang salah satu dari kedua kutub itu tidak diambil lebih dari yang semestinya (haknya) dan melanggar serta menzhalimi kutub lawannya. Wahyu dan akal, duniawi dan ukhrowi, jasmani dan rukhani menjadi seimbang pada masa rasulullah.
            Karakter akidah Islam pada masa nabi juga tidak tasyadud (ketat, menyusahkan) dan tidak tasahul (longgar, menggampangkan). Kalau Islam bersifat tasyadud akan hilang rasanya sebagai rahmat, karena orang yang melaksanakan Islam akan memiliki kesulitan. Padahal Rasulullah saw. sebagai pembawanya memerintahkan untuk mempermudah, jangan mempersulit. Dan tasahul juga akan membuat rasa rahmat hilang, karena aturan Islam menjadi tidak jelas batasannya.
Wasathiyah dalam akidah pada masa Nabi Muhammad terlihat dalam firman Allah swt,
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) šÏŠqçR Ío4qn=¢Á=Ï9 `ÏB ÏQöqtƒ ÏpyèßJàfø9$# (#öqyèó$$sù 4n<Î) ̍ø.ÏŒ «!$# (#râsŒur yìøt7ø9$# 4 öNä3Ï9ºsŒ ׎öyz öNä3©9 bÎ) óOçGYä. tbqßJn=÷ès? ÇÒÈ #sŒÎ*sù ÏMuŠÅÒè% äo4qn=¢Á9$# (#rãÏ±tFR$$sù Îû ÇÚöF{$# (#qäótGö/$#ur `ÏB È@ôÒsù «!$# (#rãä.øŒ$#ur ©!$# #ZŽÏWx. ö/ä3¯=yè©9 tbqßsÎ=øÿè? ÇÊÉÈ
          “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumuah (62): 9-10).
            Terlihat betul pertengahan dalam akidah dan rahmatnya Islam pada ayat-ayat di atas untuk menggambarkan kondisi akidah Islam pada Masa nabi Muhammad SAW. Akidah Islam saat itu tidak mengharuskan umatnya untuk memutuskan sama sekali aspek duniawi (dalam hal ini aktivitas jual beli) atas ibadah. Sebelum shalat Jum’at, umat Islam melakukan perdagangan. Setelah itu shalat Jum’at, umat Islam melakukan perdagangan kembali, dengan selalu berdzikir kepada Allah. Ini berarti kehidupan perdagangnya pun tidak lepas dari aktivitas ibadah dan praktik ritual lainnya.
Begitulah ciri keumuman akidah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. kepada kita. Akidah pada masa Nabi Muhammad SAW adalah akidah yang kuat tertanam dalam jiwa umatnya dan juga akidah yang mampu mensejahterakan kehidupan umatnya. Dalam tiap aktivitas kehidupannya, Nabi dan umat Islam ketika itu selalu berlandaskan atas akidah Islam. Hal-hal yang bertentangan dengan akidah Islam, ditolak keras dan dihindari semaksimal mungkin. Terhadap hal-hal yang dianjurkan oleh akidah Islam, maka hal tersebut sekuat daya dan upaya yang ada diperjuangkan untuk dikerjakan, dibangun dan diperkokoh sehingga mampu membentuk suatu peradaban yang gilang-gemlang.
Karakteristik yang paling menonjol dari kehidupan semasa Nabi Muhammad adalah kesuksesan yang sangat mengagumkan yang beliau dan umat Islam capai dalam mentransformasikan secara sempurna keimanan dalam kehidupan para pengikutnya dalam segala aspek kehidupan. Dan semua ini menakjubkannya bisa berlangsung dalam jangka waktu yang relative pendek, yakni Cuma dua puluh tahun lebih sedikit. Tak ada seorang pembaharu lain pun di muka bumi ini yang mendapatkan kaumnya dalam keadaan rusak-parah selain bangsa Arab yang ditemui Nabi, dan tidak ada orang lain yang mengangkat mereka dalam bidang materi, budi pekerti, maupun ruhani, sampai ke derajat tinggi selain beliau yang mengangkat mereka.
Bukan saja kecintaan mereka yang telah berurat-akar kepada berhala serta ketakhayulan dapat dikikis habis, lalu bangsa itu dibangkitkan ke tingkat kemanusiaan yang sejati dengan landasan agama yang sesuai dengan rasio manusia, tapi juga sekaligus merubah karakter mereka secara tuntas. Bangsa Arab dibersihkan dari kejahatan dan perbuatan amoral yang tidak berperikemanusiaan, mereka diilhami dengan semangat menyala-nyala untuk berbuat yang terbaik dan termulia dalam pengabdian, tidak saja bagi suatu daerah atau bangsa, namun jauh lebih tinggi lagi dari itu, yakni rahmat bagi alam semesta. Kebiasaan lama yang suka bertindak tak adil terhadap mereka yang lemah, semuanya dikikis habis, lalu hokum keadilan diperlakukan. Bermabuk-mabukan yang telah memperbudak bangsa Arab sejak zman yang tak diketahui telah lenyap seluruhnya. Perjudian menjadi tak kenal dan hubungan bebas antar jenis kelamin diganti dengan kesucian yang tinggi.
Di saat Nabi Muhammad masih hidup, ummat Islam di  zaman  itu, bila  menghadapi  masalah,  baik dalam bidang kehidupan social maupun dalam bidang kehidupan keagamaan, pergi bertanya kepada Nabi bagaimana cara mengatasi dan  menyelesaikannya. Nabi Muhammad menyelesaikan masalah-masalah ummat dengan  petunjuk wahyu  yang  beliau  terima dari Allah. Namun bila wahyu tidak memberikan penjelasan apa-apa tentang  masalah  yang  dihadapi tersebut,  Nabi  terkadang  menyelesaikan perkara-perkara yang dihadapi dengan pemikiran dan  pendapat  beliau  sendiri  atau terkadang   melalui   permusyawaratan   dengan  para  sahabat. Pemikiran dan pendapat Nabi dijumpai dalam hadits. Hadits pada hakikatnya tidak hanya mengandung pemikiran dan pendapat Nabi saja, tetapi juga perbuatan serta ketetapan Nabi tentang suatu perkara.
C. Akidah Pada Masa Sahabat
            Bila  pada  waktu  Nabi  Muhammad  masih  hidup,  umat  Muslim menjadikan beliau nara sumber, tempat bertanya, untuk menjawab persoalan-persoalan sosial dan keagamaan  mereka.  Dan  ketika beliau  sudah  tidak  ada  lagi  yang dijadikan sebagai tempat bertanya masalah-masalah sosial dan keagamaan umat Islam, maka umat  Islam  haruslah  senantiasa  merujuk  dua  pedoman  yang ditinggalkan oleh beliau, yakni  al-Qur'an  dan  Sunnah  Nabi. Malah bukan itu saja, semasa beliau masih hidup, beliau pernah berpesan, bila menghadapi masalah-masalah "masalah keduniaan" dalam  kehidupan,  itu menjadi wewenang kaum Muslim. Tidak ada sangkut pautnya dengan tugas risalah yang beliau bawa.  Hadits mengatakan, "Kamu lebih tahu tentang masalah-masalah duniamu."
            Sesuai  dengan petunjuk yang ditinggalkan oleh Nabi, maka umat Islam paska Nabi, mengacu penyelesaian ke dalam al-Qur'an  dan Sunnah  atas masalah-masalah yang mereka jumpai. Tetapi dengan cepat dapat dirasakan dan diketahui oleh mereka  bahwa  banyak sekali   masalah   yang   dijumpai   dalam   kehidupan  mereka sehari-hari tidak diberikan  penyelesaiannya  dalam  al-Qur'an dan  Sunnah.  Bahkan  tidak jarang masalah-masalah yang muncul tersebut tidak disebut oleh al-Qur'an dan Sunnah.
            Situasi seperti itu ditemui oleh kaum Muslim generasi  pertama tersebut manakala Islam sudah meluas keluar semenanjung Arabia dan masuk ke Suria, Palestina, Mesopotamia, Persia, Mesir, dan Afrika Utara. Problema-problema yang dihadapi oleh kaum Muslim bertambah banyak, bertambah ragamnya dan bertambah kepelikannya.
            Secara geografis, daerah kekuasaan Islam, pada waktu kewafatan Nabi Muhammad tahun  632  M,  hanya  semenanjung  Arabia  yang tandus,   dengan  etnis  Arab  yang  mempunyai  kehidupan  dan kebudayaan sederhana sekali. Tetapi  ketika  berbagai  kawasan sudah ditaklukkan oleh kekuatan politik Islam terutama di masa pemerintahan Umar bin Khattab serta dua dinasti besar  Umayyah dan   Abbasiyah,  daerah  kekuasaan  Islam  tidak  lagi  hanya penduduk  yang  satu  kebangsaannya,  yakni  Arab,  dan   satu agamanya,   yaitu   Islam,  tetapi  penduduknya  terdiri  dari berbagai bangsa dan menganut berbagai agama, terutama Kristen, Yahudi,  Zoroaster,  disamping juga memakai bahasa yang saling berbeda dengan  satu  sama  lain.  Maka  masalah-masalah  yang timbul dalam masyarakat yang beraneka ragam itu sangat berbeda dengan masalah-masalah yang timbul tatkala  umat  Islam  masih berada di Medinah.
            Kekuasaan Islam   dengan   tiba-tiba   meluas  ke  seberang  batas-batas Semenanjung Arabia dan tunduk kepadanya umat dan  bangsa  yang berbeda-beda  yang mempunyai adat istiadat dan kebudayaan yang berlainan dengan apa yang dimiliki oleh  bangsa  Arab.  Dengan adanya  kontak  dan  perang dengan bangsa-bangsa itu timbullah banyak masalah baru,  baik  dalam  bidang  keakhiratan  maupun dalam bidang  keduniaan,  masalah-masalah  yang  tak  pernah terlintas dalam pikiran mereka.
            Demikianlah  setelah  Muhammad  Rasulullah  sudah  tiada  lagi petunjuk  Allah  hanya  bisa diperoleh dengan selalu melakukan rujukan pada  al-Qur'an  dan  Hadits  yang  ditinggalkan  oleh Muhammad  s.a.w.  itu.  Dan  sebagaimana  yang  dikatakan oleh beliau, selama umat Islam berpegang teguh dengan kedua  sumber tersebut  umat  Islam  tidak akan sesat. Oleh sebab itu setiap kaum beriman mempunyai kewajiban  untuk  secara  terus-menerus mempelajari   dan   memahami   al-Qur'an   dan   hadits  untuk mendapatkan kebenaran yang dikandungnya, yang dengan kebenaran itu arah moral kehidupan menjadi jelas.
            Penjelasan  di  atas menunjukkan bahwa posisi Muhammad sebagai penutup utusan  Allah  tersebut  mengandung  makna  penyerahan mandat  kepada kaum Muslim untuk mengatur kehidupan sosial dan keagamaan mereka  dengan  selalu  merujuk  kepada  dua  sumber al-Qur'an  dan  hadits.  Malah bila al-Qur'an dan hadits tidak memberikan jawaban  terhadap  masalah-masalah  yang  dihadapi, kaum Muslim boleh mempergunakan al-ra 'yu atau ijtihad mereka.
            Segera  setelah  Nabi  Muhammad  wafat, umat Islam dihadapkan kepada masalah yang cukup pelik, yang  tak  pernah  timbul  di kala  Nabi masih hidup serta tak dijumpai cara penyelesaiannya dalam   al-Qur'an,   yakni   masalah   suksesi.   Siapa   yang menggantikan  Nabi  Muhammad  sebagai  kepala  negara Madinah. Sebagai diketahui Madinah telah menjadi ibu kota  dari  Negara yang  bercorak  konfederasi  dari  suku-suku  bangsa Arab yang terdapat di Semenanjung Arabia di kala itu. Jadi ketika beliau wafat,  beliau  mempunyai  kedudukan  bukan saja sebagai Rasul Allah, tetapi juga sebagai kepala negara.
            Untuk menyelesaikan persoalan  ini,  para  ahli sejarah Islam mencatat, telah  terjadi  pertemuan  antara  pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar di Saqirah Bani Sa'adah. Karena  tidak  adanya  petunjuk yang  jelas  dalam  al-Qur'an  tentang  siapa  pengganti  Nabi sebagai kepala negara Madinah tersebut, nyaris  pertemuan  itu menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam.
            Kaum  Ansar  memajukan argumen pertolongan yang mereka berikan kepada Nabi sehingga beliau berhasil  menaklukkan  Makkah  dan menyebarkan   Islam   di   seluruh  Semenanjung  Arabia.  Kaum Muhajirin mengajukan pula  argumentasi  mereka,  yakni  karena merekalah   orang  yang  pertama-tama  pendukung  dakwah  Nabi Muhammad. Andaikata mereka tidak ada, tidak akan mungkin Islam berkembang  dari jumlah yang sangat kecil, namun lama kelamaan bertambah besar. Di samping argumen di  atas,  kaum  Muhajirin juga  membawa  perkataan  Nabi  "al-Aimmah  min Quraisy" (Para Pemimpin itu dari suku Quraisy) serta  perbuatan  Nabi,  yakni mewakilkan  pelaksanaan  tugas  menjadi imam shalat kepada Abu Bakar, yang orang Quraisy itu, ketika beliau  sakit.  Terhadap argumen-argumen  yang  diajukan  oleh kaum Muhajirin itu, kaum Ansar mundur, maka  terpilihlah  Abu  Bakar  sebagai  khalifah pertama,  pengganti nabi dalam kedudukan beliau sebagai kepala negara. Jabatan itu pun ketika itu  disebut  dengan  khalifatu Rasulillah.
            Di  sini  timbul  pertanyaan,  kenapa orang-orang Ansar mundur dari maksud mereka untuk menjadi  khalifah?  Karena  di  dalam memajukan  argumen,  maka  argumen  yang  dianggap kuat adalah argumen yang mempunyai referensi al-Qur'an  dan  hadits.  Kaum Ansar  tidak  mempunyai  argumen  itu,  mereka hanya mempunyai argumen rasional. Sebaliknya kaum Muhajirin mempunyai  argument perkataan dan perbuatan Nabi. Hadits "para pemimpin harus dari suku Quraisy'" ternyata mendominasi pemikiran  Islam  semenjak Abu  Bakar  sebagai Khalifah, sampai berabad-abad lamanya, dan pemikiran ini dianut di kalangan Sunni.
            Bagaimana  sebenarnya  penjelasan  al-Qur'an  tentang  suksesi tersebut?  Karena  tidak  ada penjelasan yang tegas, timbullah berbagai pendapat, sebagai lawan dari pendapat yang menyatakan bahwa  para pemimpin dari suku Quraisy. Kaum Syi'ah umpamanya, lebih spesifik dalam  pandangan  mereka  tentang  suksesi  ini yakni  haruslah  dari  keluarga  sedarah  yang terdekat dengan Nabi.  Maka  para  imam  dari  kaum  Syi'ah,  memang  rentetan keturunan  yang  mempunyai  hubungan  darah  dengan Nabi, yang dimulai dari Ali bin Abi Thalib, menantu Nabi sendiri. Berbeda dengan   kedua  pandangan  Sunni  dan  Syi'ah  tersebut,  kaum Khawarij mengatakan bahwa pengganti Nabi tidaklah  mesti  dari suku  Quraisy  ataupun dari keturunan Nabi sendiri. Siapa saja dari  kaum  Muslim,  bukan  Arab  sekalipun,  kalau   memenuhi persyaratan   sebagai  pemimpin  ia  boleh  menggantikan  nabi sebagai kepala negara tersebut. Pendapat Khawarij ini, dalam perkembangan  berikutnya,  terutama  sesudah abad XVI M dianut oleh Sunni.
            Masalah pelik kedua yang dihadapi oleh kaum Muslim  masa  awal itu  adalah  masalah  siapa yang disebut mukmin dan siapa yang disebut kafir. Al-Qur'an dan  hadits  Nabi  memang  memberikan kriteria-kriteria tentang mukmin dan kufur. Namun karena tidak adanya penjelasan yang pasti tentang itu, menimbulkan berbagai pandangan yang berbeda pula.
            Persoalan mukmin dan kafir dimunculkan oleh kaum Khawarij ke permukaan. Berawal dari terbunuhnya khalifah ketiga, Usman bin Affan,   yang   kemudian  memunculkan  protes  keras  terhadap kepemimpinan Ali bin  Abi  Thalib,  selaku  Khalifah  keempat, karena  tidak  mampu menemukan siapa pembunuh Usman bin Affan. Malah  lebih  ekstrem  lagi,  Ali  bin  Abi   Thalib   dituduh berkolaborasi dengan para pemberontak yang menggulingkan Usman bin Affan.
            Persengketaan itu kemudian diselesaikan  dengan  jalan  tahkim antara  Ali bin Abi Thalib dengan wakilnya Abu Musa al-Asy'ari dengan Mu'awiyah bin Abi Sufyan dengan wakilnya Amr bin  'Ash. Jalan   tahkim   yang   dipergunakan  menyelesaikan  persoalan tersebut ditolak oleh sebagian dari pasukan Ali yang  kemudian dikenal dengan nama Khawarij. Menurut mereka tahkim itu adalah tradisi jahiliyah, bukan penyelesaian dengan jalan  berpedoman kapada  apa  yang diturunkan oleh Allah, yakni al-Qur'an. Maka dengan membawa ayat 44  surat  al-Maidah,  "Siapa  yang  tidak menghukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, mereka adalah orang kafir." Dengan dasar  pandangan  itu  Khawarij  kemudian memutuskan bahwa Ali, Mu'awiyah, Amr dan Abu Musa sudah kafir. Orang muslim  yang  kemudian  beralih  menjadi  kafir  berarti murtad.  Pesan  Nabi  orang  murtad  darahnya  halal dan wajib dibunuh. Maka mereka memutuskan untuk membunuh keempat-empat tokoh tersebut.
            Dalam  perkembangannya timbul masalah baru apakah orang mukmin yang  melakukan  dosa  besar  tetap  mukmin?   Karena   mereka merupakan  kelompok  sempalan  dalam  dinasti  Umayyah, mereka menganggap bahwa pemuka  pemuka  dinasti  Bani  Umayyah  sudah berbuat  kedhaliman  dan  oleh  karena  itu telah berbuat dosa besar. Para penguasa Islam bila sudah berbuat dosa besar,  itu berarti   tidak  sah  lagi  menjadi  khalifah.  Demikian  kaum Khawarij  memasukkan  semua  perbuatan  dosa  besar,   seperti berzina,   bersumpah   palsu,  mendurhaka  ibu  bapa,  syirik, mengakibatkan seseorang sudah menjadi kafir.
            Sebagai reaksi terhadap pendapat sempit dan ekstrem  di  atas, sebagian kaum Muslim berpendapat bahwa yang disebut mukmin dan muslim adalah orang-orang  yang  sudah  mengucap  dua  kalimah syahadat "La  ilaha  illa  'l-Lah wa Muhammad Rasul-u 'l-Lah" (Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu  utusan  Allah). Dosa  besar  yang  dilakukan tidak mempengaruhi imannya. Dalam sejarah  teologi  Islam,  golongan  yang  menganut  paham  ini dikenal  dengan  nama  Murji'ah. Kaum Murji'ah memandang orang yang telah melakokan dosa besar tetap  mukmin,  tidak  menjadi kafir. Berbeda   dengan   Khawarij,  Murji'ah   memandang pemuka-pemuka Bani Umayyah, tetap sah menjadi khalifah.
            Kemudian  timbul  paham  ketiga,  yakni  bila  seseorang  yang mengucap dua  kalimah  syahadat  itu melakukan dosa besar, ia hanya boleh disebut muslim. Di sini  dibedakan  antara  mukmin dengan  muslim. Mukmin adalah muslim yang tidak melakukan dosa besar, sedangkan muslim adalah orang Islam yang melakukan dosa besar.  Paham  ini  dianut  oleh  Mu'tazilah.  Mereka  memberi predikat orang muslim itu dengan fasiq, yang menempati  posisi antara  tidak mukmin dan tidak kafir. Paham ini kemudian masuk dalam  doktrin  dasar  mereka   al-Ushul   al-Khamsah,   yakni al-Manzilat bayn al-Manzilatayn (posisi di antara dua posisi).
            Dua  kasus di atas, pertama tentang masalah politik kenegaraan dan masalah teologi, memperlihatkan,  betapa  generasi  muslim pertama  itu  menunjukkan  bagaimana  cara  mereka  menghadapi masalah-masalah sosial dan keagamaan, di  kala  Nabi  Muhammad tidak ada lagi.
D. Faktor-Faktor Kemunculan Ilmu Kalam
Penentuan secara detail dan pasti sejarah munculnya ilmu Kalâm adalah masalah yang tidak mudah. Namun, tanpa diragukan lagi,  pada paruh ke dua dari abad ke-2 Hijriah permasalahan ilmu Kalâm, seperti Jabr,  Ikhtiâr, keadilan Tuhan, telah mencuat kepermukaan dan menjadi bahan kuliah dan kajian kaum Muslim kala itu. Orang pertama yang secara resmi membahasnya secara klasik adalah Hasan Bashri (wafat tahun 110 Hijriah). Seiring dengan bergulirnya masa, permasalahan ilmu Kalâm semakin meluas, sekte-sekte dan aliran-aliran bermunculan. Di antaranya Khawârij, Qadariyah, Mu'tazilah, jahmiyah, dan Murji`ah. Keyakinan setiap dari aliran ini dibahas dalam ilmu Milal wa Nihal, dan jelas, hal itu tidak bertalian dengan pembahasan kita sekarang.
Dari sudut pandang yang berbeda bisa dikatakan, jika maksud dari ilmu Kalâm itu adalah penjelasan atau pemaparan secara argumentatif, maka cikal-bakal dan bibit tumbuh serta berkembangnya ilmu Kalâm adalah Al-Qur’an sendiri dan sabda-sabda Rasul.
Sebagaimana perkembangan dan meluasnya ilmu Kalâm ini juga berkat anjuran-anjuran Al-Qur’an dan sabda-sabda nabi yang selalu mengajak berpikir dan bernalar, serta melarang (mencela) taklid buta. Namun, selain faktor ini tadi, ada faktor-faktor signifikan lain yang membuat perkembangan yang sangat pesat dalam disiplin ilmu ini, di antaranya:
1. Faktor internal:
- Tuntunan al Quran kepada tauhid bertentangan dengan aliran-aliran penting dan agama-agama yang bertebaran pada zaman Nabi Muhammad saw, lalu al Quran menolak perkataan-perkataan dan ajaran-ajaran mereka. Secara alamiah, para ulama telah mengikut cara al Quran di dalam menolak mereka yang bertentangan, di mana apabila penentang memperbaharui cara, maka kaum muslimin juga memperbaharui cara menolaknya. Alqur’an menggunakan argumen rasional untuk meruntuhkan keimanan palsu ‘agama-agama’ yang ada di dunia. Begitupun umat Islam, menggunakan argumen-argumen yang logis berlandaskan ajaran Alquran dan Hadis dalam menghadapi serangan-serangan pemikiran yang mengganggu bangun keimanan ajaran agama Islam, Hujah-hujah Qur’ani yang dikemas dengan bungkus rasionalitas itulah yang disistematis dan dibakukan dengan nama ilmu kalam.
- Perselisihan di dalam masalah politik menjadi sebab di dalam perselisihan mereka mengenai soal-soal keagamaan. Muncullah partai-partai politik tersebut sebagai satu aliran keagamaan yang mempunyai pandangannya sendiri. Partai (kelompok) Imam Ali membentuk golongan Syiah, dan manakala mereka yang tidak bersetuju dengan Tahkim dari kalangan Syiah telah membentuk kelompok Khawarij. Dan mereka yang membenci perselisihan yang berlaku di kalangan umat Islam telah membentuk golongan Murji'ah.
- Munculnya kelompok Zindîq dalam dunia Islam yang selalu memancing dan membuka front dengan muslimin di setiap masa dan waktu.
Faktor-faktor tadi, ditambah dengan himbauan dan anjuran Al-Qur’an dan sabda-sabda Rasulullah saw untuk bebas berpikir dan bernalar, telah menambah rasa ingin mengkaji dan meneliti kaum muslimin tentang keyakinan agama mereka. Oleh karena itu, tidaklah aneh kalau pada abad kedua, ketiga, dan keempat Hijriyah, para teolog besar dan ternama muncul dalam dunia Islam.
2. Faktor Eksternal:
-  Semakin meluas dan banyaknya orang yang memeluk agama Islam selepas penyebaran agama Islam ke beberapa negeri yang dahulu mereka adalah dari penganut agama lain seperti Yahudi, Nasrani, Atheis dan lain-lain. Kadangkala mereka menggunakan pemikiran-pemikiran agama lama mereka berbaur dengan ajaran agama mereka yang baru (Islam). Adanya interaksi antara Islam dan pelbagai lapisan masyarakat yang memiliki akar dan kerangka berfikir yang beraneka-ragam.
-   Kelompok-kelompok Islam yang pertama, khususnya Muktazilah, perkara utama yang mereka tekankan ialah mempertahankan Islam dan menolak hujah mereka yang menentangnya. Negeri-negeri Islam terjangkiti dengan semua pemikiran-pemikiran ini dan setiap kelompok berusaha untuk membenarkan pendapatnya dan menyalahkan pendapat kelompok lain. Orang-orang Yahudi dan Nasrani telah melengkapkan diri mereka dengan senjata ilmu Filsafat, lalu Muktazilah telah mempelajarinya agar mereka dapat mempertahankan Islam dengan senjata yang telah digunakan oleh pihak yang menyerang. Adanya pengikut-pengikut agama lain tersebut yang hidup berdampingan dengan  Islam dan muslimin, seperti Yahudi, dan Kristen, kondisi semacam ini sangat menuntut kewaspadaan dan kesiagaan muslimin dalam menjaga Akidah dan keyakinan mereka.
-   Ahli-ahli Kalam memerlukan filsafat dan mantiq (ilmu logika), hingga memaksa mereka untuk mempelajarinya supaya dapat menolak (keraguan-keraguan) yang ada di dalam ilmu berkenaan dengan bangun keyakinan keimanannya.

RANGKUMAN

Akidah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. tidak hanya untuk umat tertentu, suku tertentu, bangsa tertentu. Tetapi, untuk seluruh manusia yang hidup di muka bumi, bahkan untuk seluruh alam semesta. Sehingga akidahnya adalah akidah yang membawa rahmat bagi seru sekalian alam. Sebagai sebuah akidah rahmat, maka Islam pada masa Nabi Muhammad memiliki karakter wasathiyah (pertengahan) atau yang lebih dikenal tawazun (seimbang). Wasathiyah atau tawazun itu adalah karakter Islam yang pertengahan dan seimbang antara dua kutub yang berlawanan dan bertentangan.
Para shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang telah mendapatkan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka telah berjuang bersama Rasulullah untuk menegakkan aqidah Islam dan mendakwahkannya ke berbagai pelosok negeri, sehingga kita pun dapat merasakan ni'matnya iman dan Islam. Perjuangan mereka dalam li'ila-i kalimatillah (menegakkan kalimat Allah) telah banyak menelan harta dan jiwa. Mereka adalah manusia yang sepenuhnya tunduk kepada Islam, benar-benar membela kepentingan umat Islam, setia kepada Allah dan Rasul-Nya tanpa kompromi, mereka tunduk kepada hukum-hukum agama Allah, tujuan mereka adalah untuk mendapatkan keridhaan Allah dan Sorga-Nya.
Cikal-bakal dan bibit tumbuh serta berkembangnya ilmu Kalâm adalah Al-Qur’an sendiri dan sabda-sabda Rasul. Sebagaimana perkembangan dan meluasnya ilmu Kalâm ini juga berkat anjuran-anjuran Al-Qur’an dan sabda-sabda nabi yang selalu mengajak berpikir dan bernalar, serta melarang (mencela) taklid buta. Namun, selain faktor ini tadi, ada faktor-faktor signifikan lain yang membuat perkembangan yang sangat pesat dalam disiplin ilmu ini, di antaranya: factor internal dan factor eksternal yang terjadi selepas Rasululloh SAW wafat.


TES FORMATIF

1. Secara harfiah akidah berarti ….
a. Simpul
b. Sampul
c. Uraian
d. Tercerai
e. Kepastian
2. Akidah yang diajarkan Nbai Muhammad diperuntukkan bagi ….
a. Suku Quraisy
b. Bangsa Arab
c. Bangsa Asia
d. Bangsa Eropa
e. Seluruh umat manusia 
3. Akidah insaniyah Islam tidak membedakan unsure SARA, akan tetapi dihadapan Allah yang berbeda adalah unsure ….
a. Social
b. Derajat Kenabian
c. Derajat keumatan
d. Ketakwaan
e. Banyaknya sodaqoh 
4.  Sahabat Rasulullah yang tadinya adalah seorang budak yang berkulit hitam legam, merupakan perawakan orang Habasyah (Etiopia), kemudian menjadi orang yang mendapatkan posisi berarti di hadapan Allah yang sampai-sampai terompahnya sudah terdengar di surga di saat ia masih mengembara di dunia adalah ….
a. Umar bin Khattab
b. Usman bin Affan
c. Abu Dzar al-Ghiffari
d. Bilal bin Rabbah
e. Abu Bakar
5. Ikatan antara seorang Muslim dengan muslim lainnya adalah bagaikan ….
a. Teman
b. Sahabat
c. Saudara
d. Musuh
e. Lawan
6. Nabi Muhammad adalah rahmat bagi ….
a. Manusia
b. Jin
c. Malaikat
d. Tumbuhan
e. Seluruh alam
7. Abu Bakar Al-Baqilani (338-403H) berpendapat bahwa berdasarkan definisi bahasa dari sahabat, maka wajib berlaku definisi ini terhadap orang yang bersahabat dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam kendatipun hanya ….
a. Sedetik
b. Semenit
c. Sejam
d. Sehari
e. Sebulan
8. Orang yang meskipun hamper sepanjang hidupnya berdekatan dengan Nabi Muhammad akan tetapi tidak dapat dikatakan sahabat nabi disebabkan karena ia adalah ….
a. Musyrik
b. Munafik
c. Mukmin
d. Muslim
e. Mukhlis
9.  Sahabat Nabi yang hijrah dari Mekkah ke Madinah disebut ….
a. Anshor
b. Muhajirin
c. Mujtahidin
d. Mustad’afin
e. Amirul mukminin
10. Perselisihan di dalam masalah politik menjadi sebab di dalam perselisihan mereka mengenai soal-soal keagamaan. Muncullah partai-partai politik tersebut sebagai satu aliran keagamaan yang mempunyai pandangannya sendiri. Partai (kelompok) Imam Ali membentuk golongan yang disebut ….
a. Khawarij
b. Murji’ah
c. Syi’ah
d. Mu’tazilah
e. Jabariyah
ISIAN
1. Jelaskan akidah umat Islam pada saat Nabi Muhammad SAW masih hidup?
2. Jelaskan tentang pengertian sahabat Nabi?
3. Jelaskan factor-faktor internal dan eksternal penyebab munculnya aliran ilmu kalam?
4.  Mengapa persoalan kalam berawal dan berkembang dari bidang politik dulu bukan dari bidang ekonomi misalnya?
5. Bagaimana pendapatmu tentang perdamaian atau tahkim yang dilakukan oleh Khalifah Imam Ali?


Sekarang cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada kunci jawaban dalam halaman berikut, kemudian hitunglah dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rumus :

                                    Jumlah jawaban yang benar
Tingkat Penguasaan :                                                  x 100%
                                                     10

            Apabila setelah Anda hitung, nilai yang Anda peroleh sama dengan atau lebih dari 80%, berarti Anda telah menguasai materi tersebut. Selamat atas kepemahaman Anda! Anda bisa melanjutkan kajian pada kegiatan belajar berikutnya dalam modul ini. Namun, jika hasil yang anda peroleh belum mencapai angka standar  80%, maka disarankan Anda kaji kembali kegiatan belajar ini, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.
JAWABAN
1. a
2. e
3. d
4. d
5. c
6. e
7. c
8. b
9. b
10. c
GLOSARIUM


Aqidah Islam adalah sistem kepercayaan dalam Islam.  
Karakter insaniyah adalah prinsip persamaan antar sesama manusia.
Wasathiyah atau tawazun adalah karakter Islam yang pertengahan dan seimbang antara dua kutub yang berlawanan dan bertentangan.
Sahabat Rasul adalah orang yang berjumpa dengan Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dalam keadaan beriman dan wafat dalam keadaan Islam.
Adalatus Shahabah adalah kepercayaan yang diyakini oleh umat Islam dari masa Shahabat sampai hari ini bahwa sahabat Nabi merupakan orang-orang yang adil dan benar.































Kegiatan Belajar 2

MEMAHAMI ILMU KALAM

A. Pengertian Ilmu Kalam
Kata ilmu (  عِلْمُ  ) menurut Quraish Shihab berarti:
Menjaungkau sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf-huruf ‘Ain ( ع ), lam ( ل ), dan mim ( م ) dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Perhatikan, misalnya kata-kata ‘alamat ( عَلاَمَة ) yang berarti tanda yang jelas bagi sesuatu atau nama jalan yang mengantar seseorang menuju tujuan yang pasti. Kata ‘alam ( عَلَمٌ ) yang berarti bendera, menjadi tanda yang jelas bagi suatu bangsa atau kelompok. Kata ‘alam juga berate gunung, yang karena ketinggiannya menjadi sedemikian jelas dibandingkan dengan dataran disekelilingnya. Kata ‘ulmat ( عُلْمَةٌ ), yakni cacat di bibir atau sumbing, disebut demikian karena sedemikian jelasnya ia berada pada wajah seseorang, sehingga ia langsung terlihat.
Demikian juga dengan kata ‘ilm (pengetahuan), ia diartikan sebagai suatu pengenalan yang sangat jelas terhadap suatu obyek. Karena itu, dalam pandangan Al-Qur’an, seseorang yang menjangkau sesuatu dengan benaknya tetapi jangkauannya itu masih dibarengi oleh sedikit keraguan, maka ia tidak dapat dinamai “mengetahui apa yang dijangkaunya itu.” Dalam Al-Qur’an surat al-Najm ayat 28 ditegaskan:
$tBur Mçlm; ¾ÏmÎ/ ô`ÏB AOù=Ïæ ( bÎ) tbqãèÎ7­Ftƒ žwÎ) £`©à9$# ( ¨bÎ)ur £`©à9$# Ÿw ÓÍ_øóムz`ÏB Èd,ptø:$# $\«øx© ÇËÑÈ
Dan mereka tidak mempunyai sesuatu pengetahuanpun tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan sedang sesungguhnya persangkaan itu tiada berfaedah sedikitpun terhadap kebenaran.
Sedangkan kata Kalam dalam pengertian yang paling sederhana adalah perkataan. Secara bahasa, kalam adalah
اَلْكَلَمُ هُوَ الْلُفْظُ الْمُرَكَبُ الْمُفِيْدُ
Kalam merupakan suatu lafadz tersusun yang mempunyai makna dan dapat dimengerti.
Dalam pengertian yang umum, menurut Kamus Bahasa Indonesia, kalam sepadan dengan definisi kalimat. Kata kalimat sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mempunyai tiga pengertian. Pertama, kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan; kedua, perkataan; ketiga, satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa atau satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subyek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat.
Kata kalam dalam Alquran antara lain ditemukan dalam surat al-Baqarah ayat 75 dan 253:
* tbqãèyJôÜtGsùr& br& (#qãZÏB÷sムöNä3s9 ôs%ur tb%x. ×,ƒÌsù öNßg÷YÏiB tbqãèyJó¡o zN»n=Ÿ2 «!$# ¢OèO ¼çmtRqèùÌhptä .`ÏB Ï÷èt/ $tB çnqè=s)tã öNèdur šcqßJn=ôètƒ ÇÐÎÈ
Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?.
* y7ù=Ï? ã@ߍ9$# $oYù=žÒsù öNßgŸÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ ¢ Nßg÷YÏiB `¨B zN¯=x. ª!$# ( yìsùuur óOßgŸÒ÷èt/ ;M»y_uyŠ 4 $oY÷s?#uäur Ó|¤ŠÏã tûøó$# zOtƒötB ÏM»uZÉit7ø9$# çm»tRô­ƒr&ur ÇyrãÎ/ Ĩßà)ø9$# 3 öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB Ÿ@tGtGø%$# tûïÏ%©!$# .`ÏB NÏdÏ÷èt/ .`ÏiB Ï÷èt/ $tB ÞOßgø?uä!%y` àM»oYÉit6ø9$# Ç`Å3»s9ur (#qàÿn=tG÷z$# Nåk÷]ÏJsù ô`¨B z`tB#uä Nåk÷]ÏBur `¨B txÿx. 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# $tB (#qè=tGtGø%$# £`Å3»s9ur ©!$# ã@yèøÿtƒ $tB ߃̍ムÇËÎÌÈ

Rasul-rasul itu kami lebihkan sebagian (dari) mereka atas sebagian yang lain. di antara mereka ada yang Allah berkata-kata (langsung dengan dia) dan sebagiannya Allah meninggikannya beberapa derajat. dan kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat serta kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya tidaklah berbunuh-bunuhan orang-orang (yang datang) sesudah rasul-rasul itu, sesudah datang kepada mereka beberapa macam keterangan, akan tetapi mereka berselisih, Maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) di antara mereka yang kafir. seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.
Surat al-Nisa’ ayat 164:
Wxßâur ôs% öNßg»oYóÁ|Ás% šøn=tã `ÏB ã@ö6s% Wxßâur öN©9 öNßgóÁÝÁø)tR šøn=tã 4 zN¯=x.ur ª!$# 4ÓyqãB $VJŠÎ=ò6s? ÇÊÏÍÈ
Dan rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung .
surat at-Taubah ayat 6:
÷bÎ)ur Ótnr& z`ÏiB šúüÏ.ÎŽô³ßJø9$# x8u$yftFó$# çnöÅ_r'sù 4Ó®Lym yìyJó¡o zN»n=x. «!$# ¢OèO çmøóÎ=ö/r& ¼çmuZtBù'tB 4 y7Ï9ºsŒ öNåk¨Xr'Î/ ×Pöqs% žw šcqßJn=ôètƒ ÇÏÈ
Dan jika seorang diantara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ketempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.
Kalam dalam ayat-ayat di atas bermakna sama dengan firman Allah kepada umat manusia. menurut al-Qur’an, ada tiga bentuk komunikasi verbal dari Tuhan (kalam) kepada manusia:
* $tBur tb%x. AŽ|³u;Ï9 br& çmyJÏk=s3ムª!$# žwÎ) $·ômur ÷rr& `ÏB Ç!#uur A>$pgÉo ÷rr& Ÿ@Åöãƒ Zwqßu zÓÇrqãsù ¾ÏmÏRøŒÎ*Î/ $tB âä!$t±o 4 ¼çm¯RÎ) ;Í?tã ÒOŠÅ6ym ÇÎÊÈ
Dan tidak mungkin  bagi  seorang  manusiapun  bahwa  Allah  berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir  atau dengan mengutus seorang utusan  lalu diwahyukan kepadanya dengan  seizin-Nya apa yang Dia kehendaki.  Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana. (Q.S. As-Syuraa [42]: 51
Dengan demikian, tiga cara pengiriman wahyu (kalam) yang berbeda-beda itu adalah: pertama, perantaraan wahyu. Kedua, berbicara dari balik tabir, Ketiga, mengirimkan seorang utusan. Kalam dalam bahasa Arab berarti komunikasi bahasa yang terjadi dalam situasi nyata antara dua orang, salah seorang di antaranya memainkan peranan aktif sedangkan yang lainnya memainkan peranan pasif.
Benih-benih pengertian sederhana kalam di dunia ini sendiri sebenarnya telah ada dalam kemanusiaan semenjak Nabi Adam, sebagai manusia pertama, diperintah Tuhan untuk tidak memakan buah khuldi. Dengan kemanusiaan Adam, Adam berupaya untuk memahami kalam Tuhan. Meski gagal menangkap makna hakiki dari kalam Tuhan tersebut, langkah yang diambil Adam, merupakan titik awal hasil pemikiran manusia atas pemahamannya terhadap kalam Tuhan. Dan berawal dari sejarah inilah, yang menurut hemat penulis, menjadi fase awal pemikiran kalam di jagat raya ini. Keistimewaan rasionalitas pemikiran Yunani yang dipropagandakan dan ditaklidi oleh pemikir-pemikir selanjutnya berupa teologi merupakan hasil turunan ‘gen’ akal kemanusiaan Adam. Nabi Muhammad sendiri, sebagai manusia terakhir yang diutus Allah, memberontak terhadap pemikiran ketuhanan yang mapan pada masanya karena bertentangan dengan ‘rasio sehat’ umat manusia. Nabi Muhammad berontak terhadap kepercayaan ilmu kalam pada masanya yang didomonasi oleh pengetahuan tentang tuhan buatan berupa berhala.
Masih berkaitan dengan pengertian ilmu kalam, Musthafa Abdul Raziq mengartikan bahwa ilmu kalam adalah:
أَنَّ هَذَ الْعِلْمَ يَعْتَمِدُ عَلَى الْبَرَاهِيْنِ الْعَقْلِيَّةِ فِيْمَا يَتَعَلَّقُ بِالْعَقَائِدِ الاءِيْمَانِيَّةِ اَيِّ الْبَخْثُ فِى الْعَقَائِدِ الاءِسْلاَمِيَّةِ اِعْتِمَادًا عَلَى الْعَقْلِ.
          Ilmu ini (ilmu kalam) berkaitan dengan akidah imani. Ia sesungguhnya dibangun di atas argumentasi-argumentasi rasional. Dengan kata lain, ilmu yang berkaitan dengan akidah islam ini bertolak atas bantuan nalar.
            Sementara itu, al-Farabi mendefenisikan ilmu kalam sebagai berikut:
اَلْكَلاَمُ عِلْمُ يُبْحَثُ فِيْهِ عَنْ ذَاتِ اللهِ تَعَالَى وَصِفَاتِهِ وَأَحْوَالِ الْمُمْكِنَاتِ مِنَ الْمَبْدَاءِ وَالْمَعَادِ عَلَى الْقَانُوْنِ الاْءِسْلاَمِ وَالْقَيْدِ الأَخِيْرِلاِءِخْرَاجِ الْعِلْمِ الاْءِلَهِيِّ لِلْفَلاَسِفَةِ ...
            Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang membahas Dzat dan Sifat Allah beserta eksistensi semua yang mungkin, mulai yang berkenaan dengan masalah dunia sampai masalah sesudah mati yang berlandaskan doktrin Islam. Muara akhirnya adalah menghasilkan ilmu ketuhanan secara filosofis.
            Ibnu Khaldun mendefenisikan ilmu kalam sebagai berikut:
هُوَ الْعِلْمُ يَتَضَمَّنُ الْحُجَاجَ عَنِ الْعَقَائِدِ الاْءِيْمَنِيَّةِ بِالاَدِلَةِ الْعَقْلِيَةِ.
            Ilmu kalam adalah disiplin ilmu yang mengandung berbagai argumentasi tentang akidah imani yang diperkuat dalil-dalil rasional.   
Abu Hanifah menyebut ilmu kalam dengan istilah Fiqh al-Akbar. Menurut pendapatnya, hukum Islam yang dikenal dengan istilah fiqh al-akbar terbagi atas dua bagian. Pertama, membahas masalah keyakinan atau pokok-pokok agama. Kedua, membahas masalah yang berkaitan dengan muamalah.
Dalam dunia Barat, ilmu kalam terkenal dengan istilah theology. William L. Reese mendefenisikan teologi dengan:
Discourse or reason concerning God (diskursus atau pemikiran tentang ketuhanan).
William Ocham mendefinisikan ilmu kalam dengan:
Theology to be discipline resting on revealed truth and independent of both philosophy and science. (teologi merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang berbicara tentang kebenaran wahyu serta independensi filsafat dan sains).
Dengan mencermati uraian di atas, ilmu Kalâm didefinisikan dengan ilmu yang memaparkan, menjelaskan, dan membuktikan serta membela Akidah dari pelbagai kerancuan-kerancuan. Definisi ini mirip dengan definisi yang dilontarkan oleh Syahid Murtadha Muthahari. Beliau mengemukakan bahwa Ilmu Kalâm merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang Akidah dan keyakinan Islam. Artinya, apa yang harus diyakini dan dipercayai dibahas di sini, dengan cara memaparkan, memberikan argumentasi, dan membelanya dari berbagai kerancuan yang muncul.
Dari Pengertian umum kalam ini kemudian berkembang menjadi suatu bagian dari pokok-pokok bahasan yang lebih luas dan lebih umum dalam keilmuan Islam berupa sifat, zat, dan perbuatan-perbuatan Allah. Kalam adalah salah satu sifat wajib Allah yang tersarikan dalam tujuh sifat-zat yang wajib, yaitu al-Ilm (mengetahui), al-qudrah (berkuasa), al-hayah (hidup), al-sama’ (mendengar), al-bashar (melihat), al-kalam (berfirman), dan al-iradah (berkehendak). Puncak dari perkembangan kalam adalah ketika ia berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu.
B. Nama-nama Ilmu Kalam
Dalam memahami soal-soal iktiqad (kepercayaan) dalam Islam, ilmu kalam biasanya dinamakan pula dengan ilmu:
Pertama, Ushuluddin artinya Asas Agama. Ilmu Ushuluddin artinya Ilmu Asas Agama. Di dalam Ilmu Ushuluddin dibicarakan soal-soal iktiqad yang menjadi asas bagi agama iaitu:
1.      Kepercayaan/iktiqad yang bertalian dengan ketuhanan (Illahiyat)
2.      Kepercayaan yang bertalian dengan Kenabian (Nubuwat)
3.      Kepercayaan yang bertalian dengan soal-soal Ghaib (Hati Akhirat, Syurga, Neraka dan lain-lain)
4.      Dan soal kepercayaan lain-lain.
Ilmu Kalam kadang-kadang dinamakan Ilmu Ushuluddin yakni karena ilmu ini banyak membicarakan Tuhan, di antaranya sifat Kalam (berkata-kata), persoalan kepercayaan pada Tuhan yang menjadi pokok ajaran agama (ushuluddin) menjadi tema pokok pembahasan ilmu kalam. Ulama-ulama dan ahli-ahli ilmu Kalam dinamakan Mutakallimun atau Mutakallimin.
Kedua, Ilmu Tauhid yakni Ilmu Keesaan Tuhan Yang Maha Esa yang banyak dibicarakan dalam ilmu ini tentang keesaan Tuhan. Ada juga menamakannya dengan ilmu 'Aqaid yakni ilmi iktiqad yang banyak dibicarakan dalam ilmu ini ialah soal-soal kepercayaan (iktiqad). Di Indonesia, orang menamakannya dengan ilmu sifat 20 karena di dalam ilmu ini dibicarakan 20 sifat Tuhan yang wajib bagi Tuhan. Dewasa ini, ilmu kalam dikenal pula dengan nama teologi. Ilmu kalam bisa disebut teologi ketika keduanya sama-sama membahas masalah ketuhanan.
C. Ruang Lingkup Ilmu Kalam
            Ajaran tauhid atau aqidah merupakan ajaran terpenting yang dibawa oleh al-Qur’an dan Hadis yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW., yakni pengakuan terhadap keesaan Allah dengan segala sifat-sifat dan zat-zat kesempurnaan-Nya, dengan segala keagungan-Nya dan mengesakan-Nya dalam beribadah.
Dalam disiplin ilmu-ilmu islam, ajaran tauhid ini dibahas oleh ilmu kalam. Hal ini disebabkan oleh persoalan terpenting yang menjadi pembicaraan pada abad-abad permulaan hijriah adalah kalam Allah (wahyu Allah) yang dibacakan itu apakah ‘baru’ atau ‘qadim. Dalam membicarakan wahyu ini, dasar yang dipakai adalah akal pikiran dan sangat sedikit yang mendasarkan pendapatnya pada dalil naqli, kecuali setelah terlebih dahulu menetapkan kebenaran pokok persoalannya.
Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, terdapat berbagai aliran pemikiran kalam yang berawal dari pemikiran politik. Pertentangan politik antara Khalifah yang sah, Imam Ali bin Abi Thalib dengan pemberontak Mu’awiyah bin Abi Sufyan kemudian meningkat menjadi persoalan kalam di kalangan umat Islam. Kepincangan tahkim atau perdamaian antara kelompok Imam Ali bin Abi Thalib dengan Mu’awiyah memunculkan lahirnya aliran Khawarij dengan semboyan mereka la hukma illa lillah “ لا حكم الا لله (tidak ada hukum selain dari hukum Allah).
Khawarij memandang Imam Ali, Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa al-Asyari dan lain-lain yang menerima tahkim dihukumi sebagai kafir, karena Al-Qu’an telah berfirman:
!$¯RÎ) $uZø9tRr& sp1uöq­G9$# $pkŽÏù Wèd ÖqçRur 4 ãNä3øts $pkÍ5 šcqŠÎ;¨Y9$# tûïÏ%©!$# (#qßJn=ór& tûïÏ%©#Ï9 (#rߊ$yd tbqŠÏY»­/§9$#ur â$t6ômF{$#ur $yJÎ/ (#qÝàÏÿósçGó$# `ÏB É=»tFÏ. «!$# (#qçR%Ÿ2ur Ïmøn=tã uä!#ypkà­ 4 Ÿxsù (#âqt±÷s? }¨$¨Y9$# Èböqt±÷z$#ur Ÿwur (#rçŽtIô±n@ ÓÉL»tƒ$t«Î/ $YYyJrO WxŠÎ=s% 4 `tBur óO©9 Oä3øts !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbrãÏÿ»s3ø9$# ÇÍÍÈ
Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan Kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. Al-Maidah: 44)
                Lambat laun, orang yang dipandang kafir bukan hanya yang tidak berhukum dengan al-Qur’an, tetapi juga orang yang berbuat dosa besar. Apakah pelaku dosa besar masih bisa dikatakan mukmin ataukah sudah kafir. Di samping munculnya persoalan mukmin atau kafir, muncul pula persoalan tentang kehendak dan perbuatan manusia. Apakah manusia memiliki kebebasan berkehendak dan berbuat ataukah manusia melakukannya secara terpaksa. Aliran ini kemudian terkenal dengan aliran Qadariyah yang percaya kebebasan manusia dan aliran Jabariyah yang mempercayai keterbatasan kemampuan manusia.
            Pada masa selanjutnya, Mu’tazilah mempelajari filsafat dan ilmu pengetahuan Yunani dan menterjemahkannya ke dalam bahasa Arab. Mereka mulai terpengaruh dengan filsafat Yunani dengan pemakaian rasio (akal) dan membawanya ke lapangan ilmu kalam. Namun demikian, kaum Mu’tazilah tidak meninggalkan wahyu sama sekali dalam pengkajian ilmu kalam, mereka hanya berkeyakinan bahwa antara akal manusia dan wahyu tidaklah bertentangan dalam menggapai kebenaran. Sebagai reaksi atas pemikiran Mu’tazilah yang rasional, muncullah aliran al-Asy’ariyah dan Maturidiyah yang disebut sebagai golongan tradisional Islam. Golongan ini mempercayai bahwa hanya wahyu-lah yang sanggup menerangi jalan umat manusia, sedangkan kemampuan akal hanya terbatas dan berpotensi untuk salah.
            Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup dari ilmu kalam berkisar pada masalah wahyu, akal, imam, kufur, kehendak dan perbuatan Tuhan, dan sifat-sifat Tuhan.

D. Fungsi Ilmu Kalâm

Ilmu Kalâm memiliki tiga fungsi utama:
Pertama, memaparkan Akidah sebuah agama. Hal ini disebabkan Ushûluddîn yang tertera dalam Al-Qur’an dan sabda-sabda nabi serta para Imam as, belum tersaji secara klasik dan tematik, sehingga setiap orang dengan mudah dapat memahami dan membetot Akidah dari sumber-sumber di atas tadi.
Al-Qur’an selain membahas masalah Akidah, juga membahas masalah-masalah lain, seperti politik, sejarah, sosial, budaya, masalah-masalah personal, hak-hak, fiqih, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, penyimpulan dan penataan setiap kajian dan pembahasan, seperti Akidah, membutuhkan kepada kreasi dan upaya seorang agamawan, yang dalam bidang Akidah, tugas ini diemban oleh para mutakallim (pakar ilmu Kalâm).
Kedua, menjelaskan Akidah sebuah agama. Setelah seorang mutakallim menyajikan dan meng-istimbath-kan Akidah tersebut, tugas selanjutnya adalah menjelaskan, menginterpretasikan, menganalisa, dan membuktikannya. Sebagai contoh, setelah mendapatkan dalil akan ke-Esaan Tuhan dalam teks dan literatur Islam (Al-Qur’an dan Hadis), ia harus berusaha membuktian keyakinan ini dengan argumentasi logis, sebagaimana ia juga harus menjelaskan dan membuktikan sinkronisasi dan keserasian antara Akidah yang satu dengan yang lain, serta menetapkan bahwa tidak ada kontradiksi dan paradoksi di dalamnya.
Ketiga, membela Akidah sebuah agama, manjawab kerancauan-kerancauan dan kritikan-kritikan yang ada. Tugas lain yang diemban oleh seorang mutakallim adalah menjaga kehormatan Akidah dengan menangani dan menjawab pelbagai kritik dan sanggahan yang muncul dari para penentang agama.
E. Peranan dalil dalam ilmu kalam
Ilmu kalam Islam bukan hanya memerintahkan untuk melakukan perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-Nya semata, melainkan juga menjelaskan berbagai pemecahan masalah kehidupan yang dapat digali dari sumber hukum Islam: al-Quran, Hadis Nabi, Ijma Sahabat, dan Qiyas (Analogi) Syar’iyyah.
Menggali sumber-sumber tersebut akan ditemukan bahwa ilmu kalam Islam juga menjelaskan sistem hubungan laki-laki dengan perempuan mulai dari bergaul, meminang, menikah, nafkah, mengurus anak, nasab, perwalian, dan waris. Semua ini merupakan sistem sosial (nizhâm ijtimâ‘î). Bukan hanya itu, dalam persoalan ekonomi, Allah SWT menjelaskan tentang konsep ekonomi, pemilikan, sebab-sebab pemilikan, jenis-jenis kepemilikan, berbagai jenis akad dalam muamalah, hukum-hukum seputar perseroan dan perusahaan, kebijakan-kebijakan untuk mengentas kemiskinan, lembaga perekonomian, dan hal-hal lain yang merupakan sistem ekonomi (nizhâm iqtishâdî).
Masalah pemerintahan dipaparkan pula dalam ilmu kalam yang digali dari al-Quran dan Hadis Nabi; mulai dari arti pemerintahan, kepemimpinan, syarat-syaratnya, bentuk pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintahan, perkara perang dan damai, hubungan luar negeri, sistem partai politik, dan persoalan-persoalan lain dalam sistem pemerintahan (nizhâm al hukm). Persoalan sanksi juga dengan gamblang dijelaskan oleh Rasulullah saw. Beliau menjelaskan dengan gamblang berbagai jenis sanksi (hudûd, jinâyat, mukhâlafat), berbagai sanksi hukum bagi pembunuhan (sengaja, tidak disengaja), pencurian, perampokan, gangguan keamanan lain, hal-hal menyangkut persaksian, penyidikan dan penyelidikan, lembaga peradilan, dan segala hal yang berkaitan dengan sistem hukum (nizhâm ‘uqûbât). Begitu pula dalam sistem-sistem lainnya.
Ringkasnya, ilmu kalam Islam mengandung sistem yang mengatur berbagai interaksi antar masyarakat. Dengan demikian, ilmu kalam Islam merupakan ‘akidah ‘aqliyyah yang melahirkan sistem peraturan. Jadi, ilmu kalam Islam merupakan mabda’ (ideologi). Ideologi Islam inilah yang diperintahkan Allah SWT untuk dijadikan pandangan hidup dan pengatur masyarakat.
Inilah ilmu kalam Islam. Seperti itulah Islam harus diajarkan. Ilmu kalam Islam bukanlah sebatas pengetahuan, melainkan akidah dan syariah. Ketika ilmu kalam Islam merupakan keimanan dan aturan, tidak mungkin keimanan diajarkan oleh orang yang tidak mengimaninya; tidak mungkin keterikatan terhadap hukum melekat dalam jiwa bila diajarkan oleh orang yang tidak mempercayainya.
F. Hubungan Ilmu Kalam dengan Ilmu-ilmu Lain
            Ilmu kalam, filsafat, tasawuf, fikih, ushul fikih dan bahasa mempunyai kesamaan obyek kajian. Obyek kajian ilmu kalam adalah tentang ketuhanan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan-Nya. Obyek kajian filsafat adalah masalah ketuhanan, disamping masalah alam, manusia, dan segala sesuatu yang ada. Obyek kajian tasawuf, fikih, ushul-fikih maupun bahasa pada dasaarnya adalah tentang masalah pendekatan kepada Tuhan baik dilakukan secara jasmani maupun ruhani manusia. Tasawuf berusaha mensucikan jiwa manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah. Fikih berupaya menggali hukum-hukum dalam al-Qur’an dan Hadis dan memformalkannya untuk menjadi sarana ibadah kepada Allah. Ushul-fikih menggali kaidah-kaidah umum hukum Islam untuk menselaraskannya dengan tuntunan Allah yang terkandung dalam al-Qur’an-Hadis. Sedangkan bahasa berupaya untuk memahami wahyu-wahyu Allah yang tertuang dalam sumber-sumber ajaran agama Islam agar tidak terjadi kesalahan dalam memahami teks atau ajaran yang telah dijelaskan. Semua disiplin keilmuan Islam tersebut saling terjalin dan saling berhubungan erat.
            Filsafat sebagai ilmu yang mempelajari tentang hakikat segala sesuatu yang ada, sebab asal dan hukumnya dengan berintikan logika, estetika, etika, metafisika dan epistemology memiliki hubungan dengan ilmu kalam. Karena ilmu kalam juga bertujuan untuk memantapkan kepercayaan dan keyakinan dengan menggunakan akal pikiran dan sekaligus menghilangkan keragu-raguan yang ada.
Ushul-fikih dan bahasa sebagai pengetahuan tentang kaidah berfikir dan berbahasa menarik kesimpulan dari yang umum kepada yang khusus atau dari yang khusus kepada yang umum, juga di samping bersandarkan kepada wahyu, menggunakan akal manusia sebagai penjelasnya.

RANGKUMAN
ilmu Kalâm didefinisikan dengan ilmu yang memaparkan, menjelaskan, dan membuktikan serta membela Akidah dari pelbagai kerancuan-kerancuan. Definisi ini mirip dengan definisi yang dilontarkan oleh Syahid Murtadha Muthahari. Beliau mengemukakan bahwa Ilmu Kalâm merupakan disiplin ilmu yang membahas tentang Akidah dan keyakinan Islam. Artinya, apa yang harus diyakini dan dipercayai dibahas di sini, dengan cara memaparkan, memberikan argumentasi, dan membelanya dari berbagai kerancuan yang muncul.
Dalam memahami soal-soal iktiqad (kepercayaan) dalam Islam, ilmu kalam biasanya dinamakan pula dengan ilmu ushuluddin, ilmu tauhid, ilmu ‘aqaid, dan teologi. Ruang lingkup dari ilmu kalam berkisar pada masalah wahyu, akal, imam, kufur, kehendak dan perbuatan Tuhan, dan sifat-sifat Tuhan.
Ilmu Kalâm memiliki tiga fungsi utama: Pertama, memaparkan Akidah sebuah agama. Kedua, menjelaskan Akidah sebuah agama. Ketiga, membela Akidah sebuah agama, manjawab kerancauan-kerancauan dan kritikan-kritikan yang ada. Tugas lain yang diemban oleh seorang mutakallim adalah menjaga kehormatan Akidah dengan menangani dan menjawab pelbagai kritik dan sanggahan yang muncul dari para penentang agama.
Dengan demikian, ilmu kalam Islam merupakan ‘akidah ‘aqliyyah yang melahirkan sistem peraturan. Jadi, ilmu kalam Islam merupakan mabda’ (ideologi). Ideologi Islam inilah yang diperintahkan Allah SWT untuk dijadikan pandangan hidup dan pengatur masyarakat. Ilmu kalam erat pula berhubungan dengan disiplin-disiplin keilmuan islam yang lainnya.

TES FORMATIF

1.      Secara bahasa, makna kalam diartikan dengan ….
a. Firman Allah
b. Sabda Nabi
c. Petuah Ulama
d. Perkataan manusia
e. Nasehat Kyai

2.      Kalam dalam bahasa Arab berarti komunikasi bahasa yang terjadi dalam situasi nyata antara dua orang, salah seorang di antaranya memainkan peranan aktif sedangkan yang lainnya memainkan peranan ….
a. Dinamis
b. Pasif
c. Aktif
d. Dialogis
e. Atraktif

3.      Kalam adalah salah satu sifat wajib Allah yang tersarikan dalam tujuh sifat-zat yang wajib, yaitu di bawah ini, kecuali ….
a. Al-Ilm
b. Al-Hayah
c. Al-Qudrah
d. Al-Sama’
e. Al-Rozaq

4.      Ulama-ulama dan ahli-ahli ilmu Kalam dinamakan ….
a. Sufi
b. Filosof
c. Fuqoha
d. Mutakallimin
e. Mubaligh

5.      Dalam sejarah perkembangan pemikiran Islam, terdapat berbagai aliran pemikiran kalam yang berawal dari pemikiran ….
a. Ekonomi
b. Social
c. Budaya
d. Politik
e. Pertahanan

6.      Golongan aliran Islam yang piawai dalam hal ilmu kalam karena dasar penggunaan rasio adalah ….
a. Khawarij
b. Murji’ah
c. Syi’ah
d. Mu’tazilah
e. Asy’ariyah

7.      Masalah pemerintahan dipaparkan dalam ilmu kalam yang digali dari al-Quran dan Hadis Nabi disebut dengan nizham ….
a. Iqthishadi
b. Al-hukm
c. Ijtima’I
d. Uqubat
e. Mu’amalah

8.      Aliran kalam Imam Asy’ari dikenal juga dengan aliran ….
a. Rasional
b. Modern
c. Tradisional
d. Ekstreem
e. Qadariyah

9.      Peristiwa perdamaian antara Imam Ali dengan pemberontak Mu’awiyah dalam perang Siffin dikenal dengan sebutan ….
a. Tarqiq
b. Tafhim
c. Tahkim
d. Mihnah
e. Jamal

10.  Di Indonesia, orang menamakan ilmu kalam dengan ilmu sifat ….
a. 7
b. 13
c. 15
d. 17
e. 20


ISIAN

1.      Jelaskan pengertian kalam secara bahasa dan Istilah?
2.      Coba Anda uraikan secara singkat peristiwa tahkim dan akibatnya dalam keilmuan kalam?
3.      Sebutkan nama-nama lain  dari ilmu kalam?
4.      Apa fungsi dari ilmu kalam?
5.      Tepatkah jika ilmu kalam dibandingkan dengan ilmu teologi kaum Nasrani? Jelaskan pendapat Anda.




Sekarang cocokanlah hasil jawaban Anda dengan kunci jawaban yang terdapat pada kunci jawaban dalam halaman berikut, kemudian hitunglah dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Rumus :

                                    Jumlah jawaban yang benar
Tingkat Penguasaan :                                                  x 100%
                                                     10

            Apabila setelah Anda hitung, nilai yang Anda peroleh sama dengan atau lebih dari 80%, berarti Anda telah menguasai materi tersebut. Selamat atas kepemahaman Anda! Anda bisa melanjutkan kajian pada kegiatan belajar berikutnya dalam modul ini. Namun, jika hasil yang anda peroleh belum mencapai angka standar  80%, maka disarankan Anda kaji kembali kegiatan belajar ini, khususnya pada bagian yang belum Anda kuasai.

JAWABAN


          1. a
          2. b
          3. e
          4. d
          5. d
          6. d
          7. b
          8. c
          9. c
          10. e













GLOSARIUM


Kalam adalah suatu lafadz tersusun yang mempunyai makna dan dapat dimengerti.
Ilmu kalam adalah ilmu yang memaparkan, menjelaskan, dan membuktikan serta membela Akidah dari pelbagai kerancuan-kerancuan.
Ilmu Ushuluddin adalah Ilmu Asas Agama.
Ilmu Tauhid adalah Ilmu Keesaan Tuhan Yang Maha Esa.
Ilmu 'Aqaid adalah ilmu soal-soal kepercayaan (iktiqad).
Teologi adalah ilmu yang membahas masalah ketuhanan.
Nizhâm ijtimâ‘î adalah suatu sistem yang berupa system social.
Nizhâm iqtishâdî adalah suatu sistem yang berupa sistem ekonomi.
Nizhâm al hukm adalah suatu sistem yang berupa sistem pemerintahan.
Nizhâm ‘uqûbât adalah adalah suatu sistem yang berupa segala hal yang berkaitan dengan sistem hukum.